kekajaan suaminja membolehkan dia menjerahkan kepada budjang-budjangnja segala-galanja — tetapi sekarang ia masuk hitungan dalam pergaulan masjarakat. Tetapi oleh karena didunia lebih banjak wanita dari laki-laki, maka selalu ada wanita-wanita jang „tidak laku." Banjaknja anak perempuan jang tidak laku itu semakin bertambah karena penjelenggaraan kesehatan semakin sempurna.
Kaum wanita jang meninggal dunia waktu melahirkan anak makin lama makin berkurang, sehingga bagi anaka-nak perempuan jang belum kawin dan menunggu-nunggu orang meminang mereka, semakin kurang pula kesempatan akan mendjadi isteri seorang balu laki-laki. Pada waktu itu segala perbuatan orang kaja mendjadi tjontoh orang banjak; sebab itu dianggap orang „bagus", bila seorang gadis tidak disuruh bekerdja, sekalipun pendapatan orang tuanja sama sekali tidak mentjukupi. Dengan djalan demikian banjak keluarga mendjadi miskin, padahal mereka dapat mendjadi orang berada, bila tenaga anakanak perempuannja dipakai untuk penambah pentjarian.
Maka njatalah bagi kita, bahwa untuk pihak jang satu timbul penderitaan oleh karena kebanjakan pekerdjaan, sedangkan pada pihak jang lam penderitaan itu disebabkan oleh karena kekurangan pekerdjaan. Kaum wanita jang baik-baik dari golongan jang kemudian ini menjaksikan penderitaan wanita buruh dan mereka berusaha membantu wanita jang malang itu. Usaha jang mula-mula itu berupa bantuan karena belas-kasih. Lama-kelamaan ia mendjadi pekerdjaan sosial jang modern. Tapi wanitawanita itu insjaf pula, bahwa mungkin sekali ada manfaatnja memperbaiki dan meringankan kesengsaraan masjarakat itu, akan tetapi tentu lebih baik mengadakan undang-undang jang memperbaiki keadaan sosial, sehingga tak perlu lagi wanita satu persatu diberi bantuan. Akan tetapi undang-undang hanja dapat direntjanakan, apa-
17