Halaman:Hal Bunyi Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia.pdf/121

Halaman ini telah diuji baca

hal hukum bunji berlaku dengan konsekwén benar. „Tampak benar, bahwa perubahan bunji terdjadi menurut hukum: bunji m pada achir kata dalam bahasa Indogerman purba misalnja mendjadi -n dalam bahasa Junani. (Brugmann dalam karangannja „Kurze vergleichende Grammatik dec, indogermanischen Sprachen” ). Begitu djuga halnja tentang bunji -m dalam bahasa Indonésia purba jang berubah men­djadi na (n + vokal-penjangga) dalam bahasa Howa, misalnja dalam kata inuna (= inum (minum) dalam bahasa Indonésia purba).

344. Pada satu pihak dalam banjak hal dalam bahasa² Indonésia hukum² bunji berlaku dengan konsekwén benar, pada pihak lain tampak djuga hal sebaliknja, tetapi hal² jang menjimpang dan hukum bunji itu terdapat djuga dalam bahasa² Indogerman, sama banjak dan matjamnja.

345. Dalam bahasa² Indonésia seperti dalam bahasa² Indogerman terdapat beberapa gedjala bunji jang tidak diharapkan akan berlaku dengan tjara mutlak, misalnja gedjala métathesis, asimilasi, disimilasi, dsb. Tetapi sungguh dalam hal itu dalam bahasa² Indonésia hukum bunji umumnja berlaku dengan konsekwén (lihat keterangan dibawah nomor 241).

346. Agak banjaklah kata dalam bahasa² Indonésia jang terdjadi dengan djalan onomatopoetis (me-niru² suara); bahwa dalam membentuk kata² sematjam itu orang tidak selalu berpegang pada hukum bunji, hal itu telah dikemukakan dibawah nomor 17. Untuk menjatakan suara memukul, mengetuk dan menumbuk dalam ber-bagai² bahasa Indonésia dipakai kataseru (interjéksi) tuk, duk, puk atau bug. Diantara kata² seru itu banjaklah jang diturunkan dari kata dasar jang berarti „memukul”, dsb. atau menjimpang artinja dari pengertian-pokok itu. Tjontoh : dalam bahasa Karo terdapat kata tuktuk (mengetuk), dalam bahasa Gayo tumbuk (memukul), dalam bahasa Melaju tumbuq (menumbuk), dalam bahasa Djawa Kuno gebug (memukul), dalam bahasa Karo batuk (batuk), dalam dialék Malagasi tútuka (paruh), dalam bahasa Djawa kuno tutuk (mulut), dalam beberapa idiom tuktuk (burung pelatuk), dalam bahasa Karo pukpuk (bekerdja keras sehingga mendjadi lelah), dalam bahasa Ton­témboa sinduk (tepung jang telah ditumbuk) dalam bahasa Djawa pupugan (fragmén).

Dalam hal itu misalnja tidak terdapat hubungan bunji menurut hukum bunji antara duk dalam kata sinduk dalam bahasa Tontémboa

121