Halaman:Hal Bunyi Dalam Bahasa-Bahasa Indonesia.pdf/124

Halaman ini telah diuji baca

II. Bunji k dalam bahasa Indonésia purba.

Bahasa Indonésia purba
karaŋ
kanda
kima
kasau
kěn
kait
kayu
kulit

Bahasa Nias
kara
kandra (kandang)
gima (remis)
gaso
xo (ke)
xai
eu
uli

350. Hukum² bunji dalam satu bahasa lebih tegas berlaku daripada dalam bahasa lain, dalam bahasa Minangkabau dengan tjara lebih konsekwén daripada dalam bahasa Bima. Bagi suatu bunji (misalnja bunji sengau) hukum bunji itu berlaku lebih tegas daripada bagi bunji lain (misalnja bunji-lebur (liquida), sehingga benarlah kata Bopp dalam karangannja „Ueber die Verwandtschaft der malayisch-polynesischen Sprachen mit den indisch-europäischen”, hal.66: tentang pasang surut bunji-letus (liquida).

351. Atjapkali kami memperoleh kesan, bahwa bunji pada permulaan kata dalam bahasa² Indonésia berubah dengan tjara konsekwén, tjenderung akan menudju kearah suatu tudjuan, akan tetapi tudjuan itu belum ditjapai. Dalam bahasa Bugis, tudjuan itu ialah : „Bunjiletus takbersuara (tenues) pada permulaan kata tjenderung akan hilang”.

I. Bunji k pada permulaan kata dalam sebagian besar kata² jang bersangkutan hilang, seperti dalam kata uliq (= kulit dalam bahasa Indonesia purba).

II. Bunji p pada permulaan kata hilang dalam dua buah kata, jaitu kata uso (hati; = pusu dalam bahasa Indonésia purba) dan kata uro (burung pujuh; = puruh dalam bahasa Indonésia purba).

III. Tentang bunji e dan t pada permulaan kata jang hilang, tak terdapat suatu tjontoh jang tentu.


123