begitu disuka karena aksinja jang untuk djaman itu mesti dinamakan djempol,hingga pintunja banjak rumah Tionghoa terbuka baginja.
Karena pertunjukkan lelakon-lelakon Tienghoa, tentu sadja pakaiannja pun ada pakaian tjara Tionghoa, sementara masuk-keluarnja pemain-pemain dan kedjadian-kedjadian penting ada di-iringkan tambur dan gembereng seperti pada wajang Kongfu. Tetapi untuk menjanji adadipakai musik Barat.
Diwaktu belakangan pertunjukan matjam ini terdesak, biarpun sampai sekarang masih atjapkali orang dapat kesempetan akan saksikan itu.
Dengan bertambahnja peladjaran, seni sandiwara djadi semangkin madju. Pertundjukan-pertundjukan dari perkumpulan-perkumpulan Tionghoa ada djadi bukti dari ini. Digunakannja alat-alat tehnik membikin seni tonil djadi teriebih baik pula.
Djuga pada sehabisnja Perang Pacific kegemaran seni sandiwara tertampak dengan tegas. Malahan boleh dibilang, seni itu dipeladjarkan dengan sungguh-sungguh.
Hingga meskipun betul jang main hanja ada amateur-amateur sadja, jalah karena suka tjabang seni itu dan sama sekali bukan untuk tjari penghidupan,tingkatan seni tonil antara golongan Tionghoa Peranakan telah naik lagi.
Hari-nanti dari seni malahan kelihatan ada baik sekali. Sebab sementara pengandjuran jang terutama dari ini memang tidak bisa disangkal ada kegemaran orang pada tjabang kesenian ini, keperluan akan saban-sahan adakan pertundjukan bagi satu dan lain perkumpulan amal, jang sedeng perlu uang, ada bantu menjurung itu.
Demikian penghidupan kebudajaan Tionghoa Peranakan dalam kesebeten.
Penghidupan itu mungkin tidak banjak tertampak keluar, tetapi biar bagaimana djuga itu ada membantu perkaja penghidupan umum dari orang TionghoaT. H. H. K.-DJAKARTA________________________________________________________49