Halaman:Horison 01 1970.pdf/14

Halaman ini belum diuji baca

Tidak. Buat banjak orang djuga. Buat kau djuga. - Djadi? Djadi? Wat wil je daarmee zeggen, mas Sun ? - - Sederhana sekali. Apakah kau tidak merasa bersalah ikut membantu satu akti vitas jang membabaĵakan bu21 banjak orang? - Aduh, mas Sun, sedih saja kalau kau sudah mulai bertanja tentang salab dan tidak salah. Dari sudut keluarga ini perkawinan dengan mas Hassan sudah sedjak semula salah. Kalau aku tempoh hari mau sadja kawin dengan seorang aka demikus jang baik atau scorang perwira jang simpatik kaja mas Sun, dan tidak de dan ngan seorang revolusioner, komunis sekarang berontak lagi, semuanja bukan- kah sudah beres ? Wuk, itu tidak fair. Kau tahu tidak seorangpun dari kita menghalangimu wak tu tempoh hari kau memilih Hassan se- bagai bakal djodohmu. Aku kira kau be- lum mendjawab pertanjaan mas Suo. Malah nampaknja kau mau menghindari. ter- Mata Bawuk mulai terasa agak pamas dan basah. Perkataan Mamok jang achir adalah terlalu tadjam dia rasakan. Didalam pandangan matanja jang sudah mulai agak kabur itu nampaknja semua djeri saudara-saudara dan ipar-iparnja pada diangkat dan ditundjukkan kepada- oja. Wuk. kau djangan terlalu merasa kami podjokkan. Kami Kau Tjuma satu kepentingan kami. tidak ingin kehilangan kau, Wuk. adik kami jang bungsu dan ibu sudah tua dan kesepian. Kenapa tidak kau terima sadja usul mas Sun agar kau tinggal di- sini menunggu sampai semua tenang kem bali. Bawuk mendengar kata-kata Tarto itu, tetapi adjaib dia tidak melihatnja. Jang Bawuk lihat adalah dokar berlari dari Karangrandu kesekolah. Lalu suara2 ka- kak-kakaknja dan suaranja sendiri mulai terngiang membitjarakan boterham jang mereka bawa serta karnaval anak-anak jang akan datang di societeit Concordia. Kemudian sore-sore dilihataja bapak dan ibunja duduk dikorsi gojang minum teh dan makan kaasstengels, sedang Sumi, Sjul dan dia sendiri pada bermain zondag- maandag dibawah pohon sawo. Kemudian hudjan jang lebat sekali dan upatjara tem u pada perkawinannja dengan Hassan. Hassan terbata-bata mengikuti penghulu mengutjapkan laa ilaaha illa 'Ilaahu muhammada'rrasuulu'llaah". Se- mua kakak-kakaknja mentjiumi dia dan ibunja memandangi dengan wadjah jang lega, meskipun air matanja meleleh djuga. Onderan Karangrandu. Dalem kabupaten. Societeit Concordia. Kebon tebu. Dan tiba-tiba T. Majat bergelimpangan di pe- matang. Hassan, Ditengoknja djam didinding. Sudah djam tiga lewat. Bawuk tahu waktu ma- kin menipis. Mereka jang duduk mengi- taritari medja marmer jang bundar itu pada menunggu keputusan Bawuk. Me- nerima atau menolak usul Sun jang nam- paknja setjara bulat telah diputuskan men djadi usul pokok. Tjuma ibunja jang se- djak tadi diam, tenang-tenang mengikuti pertjakapan anak-anak dan menantunja. Dari wadjahnja Bawuk menduga bahwa ibunja kurang tertarik kepada soal mene- rima atau menolak usul Sun. Sinar mata ibunja jang begitu dia kenal, tiap kali ibu nja ingin menanjakan sesuatu jang serius kepada bapaknja, kepada anakinja. - Bawuk gelisah. Bukan karena waktu te- lah memodjokkan dia untuk memutuskan usul Sun dan kakak-kakaknja. Tetapi ka- rena waktu telah tidak terlalu bermurah hati didalam memberi peluang kepadanja untuk mengendapkan pertanjaan jang se- lama ini menerobosi benakoja dan jang baru malam ini setjara bertubi-tubi diban tamkan kepadanja oleh saudara-saudara- nja. Ja, Allah, bagaimana saja bisa men- Ibu djelaskan itu semua, keluh Bawuk. pasti hanja tertarik untuk djawaban ini, kelub Bawuk. Kemudian dari sedikit Ba- wuk merasa bisa mengatur dan menjusun kalimat2 jang amat dia perlukan untuk mendjelaskan kepada semua saudara dan ibunja. Kemudian seakan-akan Bawuk mendengar dari djauh dari sesuatu tem- pat didalam rongga tubuhuja suaranja sen diri bergaung mengeluarkan pendjelasan. Ju Mi dan mas Sun, mas Mamok dan ju Jati, ju Sjul dan mas Piek, mas Tatok dan ju Tini, mammie dan pappie, Ingatkab kalian pada waktu dulu, satu sore jang putri pernah bertanja kepada kita, ingin djadi apa kita ini kalau sudah besar, Ju Mi mendjawab ingin djadi isteri dokter, mas Mamok ingin djadi bur - gemeester, ju Sjul ingin djadi isteri arsitek, mas Tok ingin djadi mees ter in de rechten dan saja karena tjintaku pada kebon ingin djadi isteri landbouwconsulent. Kita tahu impian kita itu adalah impian anak-anak jang dibangun dari kemauan orang-tua kita. Tanpa kita sadari kita utjapkan satu demi satu impianz itu jang sesungguhoja sudah dibentuk dari hari demi hari oleh orang tua kita, Pappie ada lah seorang prijaji penting, seorang о д- der dengan karier gemilang, jang ingin melihat kegemilangannja itu diteruskan oleh anak-anakoja. Begitu djuga mammie adalah seorang prijaji, masih de a aju HORISON 14 dari Solo, jang ingin melihat anak-anaknja mengibarkan terus bendera kaprijajen itu. Djawaban kita kepada pertanjaan ejang putri itu adalah harapan dari orang tua kita. Harapan agar kita tetap mendjadi prijaji dengan kedudukan jang sangat ter- pandang di masjarakat. Oh, saja tahu tak scorangpun dari kalian mendjadi seperti jang kalian inginkan itu. Te- tapi toh kalian mentjapai apa jang dimaui oleh orang tua kita. Djadi prijaji. Dan ja, tjukup terpandang djuga. Ju Mi dapat mas Sun, seorang brigdjen. Siapa jang mau menjangkal bagusnja ke- dudukan brigdjen dalam masjarakat kita sekarang? Brigdjen adalah seorang prija- gung, prijaji agung. Djuga kau, ju Sjul. Kau dapat mas Piek seorang prijagung sipil. Seorang dirdjen pada waktu ini tentu lebih terpandang dari seorang arsitek. Dan mas Mamok dan mas Tok, meskipun ha- rus lewat djalan berliku-liku, sambil ker- dja setengah mati, achirmja bisa mendjadi akademis. Kaliau orang-orang bertitel tidak punja pendapatan tjukup, tapi jah, kalian adalah prijaji jang baik, jang ma- nis, jang burgerlijk. Tjukup ter pandang dimasjarakat. Mau apa lagi pap pie dan mammie kita, selain harus me- mandang jullie dengan kepuasan, bahkan djuga mungkin kebanggaan. Dan aku? Aku kawin dengan seorang pemimpin gila. Aku tidak seberuntung ju Mi dan ju Sjul bisa kawin dengan seorang prijaji jang terpandang. Aku ketemu dengan seorang jang SMA pun tidak tamat. Seorang jang mimpi bahwa tanpa satu idjazah, tanpa kedudukan resmi, orang pun bisa terpandang dimasjarakat. Alang kah tololnja dia. Dia mengira dia menge- tahui masjarakat kita. Tapi sesunggubnja Jia tidak tahu apa-apa. Seharusnja dia menamatkan sekolahnja, meneruskanojа didalam negeri atau diluar negeri, meng- usahakan tempat kedudukan jang baik di pemerintahan dan dari sana terus madju lagi paling tidak djadi kepala bagian, so- kur-sokur djadi direktur atau dirdjen. Jang dia kerdjakan malah berhenti seko- lah, djadi marxis, beladjar intrik, kasak- kusuk, mimpi, kasak-kusuk lagi, mimpi lagi dan achirmja malah berontak. Tapi mas-mas, mbak-mbak, mammie- pappie, itulah dunia pilihanku. Dunia abangan jang bukan prijaji, dunia jang selalu resah dan gelisah, dunia jang pe- nuh illusi jang memang seringkali bisa indah sekali. Karangrandu kita, onderan kita, Concordia kita, kandjengan kita, Sin terklaas kita, ajam-hutan kita, kuda dan dokar kita, hilang menguap didalam dunia ku itu. Dunia mas Hassan. Malam ini de- agan kalian diseputar medja marmer jang bundar ini untuk sekedjap saja mendengar tertawa terkekeh tante wedana, tante kon