Halaman:Hutan Pinus.pdf/17

Halaman ini belum diuji baca

bersenyuman mereka, kecuali ayah. Suaminya seakan hidup entah di alam mana kini. Entah ia yang sedang tak Sadar entah istri dan anaknya yang begitu.

“Ayah suka sekali bubur ayam ini,” ujar perempuan itu.

Mereka pun makan, kecuali laki-iaki empat pulunan itu. Ingin tahu bagaimana caranya ayah makan. Apa Denar ia bisa makan? Apa semangkuk bubur ayam itu aken habis olehnya? Apa lagi yang akan dilakukan istrinya? Sejumlah tanya berputar-putar di kepalanya.

“Kakek, bubur ayamnya tidak enak, ya? Kok tidak dimakan?” tanya si kecil, Ibunya tersenyum melirik si kakek. Lalu mengambil sesencok bubur ayam milik ayah, kemudian memakannya. Didekatkannya telinganya ke mutut si kakex, lalu mengangguk paham.

“Kalian dengar? Kakek bilang, ia sudah kenyang,” jawab perempuan yang kini masth tersenyum.

Serasa ingin gila suaminya itu agar bisa memahami apa yang kini terjadi.

Sehari itu, bertiga saja mereka beraktivitas. Si kecil, si kakek, dan si istri. Suaminya duduk termenung saja memperhatikan mereka. Bermain-main mereka di ruang tengah. Menggambar, bermain boneka, menge- lompokkan benda. Dalam pikirannya, hanya ibu dan anak itu saja yang bermain. Tapi, mau tak mau, ia juga harus menyelipkan ayah mertuanya dalam pikirannya.

Istrinya kini lebih mementingkan ayahnya dari pada putri kecil mereka, Lebih membimbing, tebih menemani, lebih sering bercerita. Malam ini pun, istrinya lebih memilih untuk menidurkan ayahnya dari pada anaknya. Seandainya ia tahu. Ayah tak akan pernah tidur, meskipun matanya5