Halaman:Hutan Pinus.pdf/22

Halaman ini telah diuji baca

“lya, aku dianterin sama ayahku setiap paginya. lyalah, anak ayah.”

Aku hanya tersenyum membalas ucapan Tia.

Sekarang hari Sabtu, aku ada janji dengan Agung. Berjanji pergi ke pameran lukis yang diadakan oleh ekskul seni di sekolahku. Aku mengenakan kaus pink, yang dipadu dengan rok berenda yang berwarna putih. Kata ibu, aku sangat manis mengenakkannya. Kutambahkan pita berwarna yang sama dengan kausku, untuk menghias rambutku. Aku ingin membuat Agung terkesan dengan penampilanku.

“Aku suka dengan bajumu,” ucap Agung memujiku.

Aku menunduk malu. “Ini ayahku yang memilihkannya.”

Agung mengangguk. Aku tidak tahu maksud anggukannya. Anggukan kagum akan ayahku atau anggukkan aneh.

Acara pameran lukisnya berakhir pukul sembilan. Tetapi aku meminta Agung mengantarku pulang pada pukul delapan. Agung sudah tahu, kalau aku takut Ayah akan marah kalau anak gadis semata wayangnya ini pulang larut malam. Walaupun agak enggan, Agung bersedia mengantarku pulang. Wajar, Agungkan paling senang melukis. Jadi pameran ini sangat dinikmati Agung. Sayang rasanya jika tidak melihat semua lukisan yang sedang diparnerkan.

Rumahku hampir dekat. Aku menyuruh Agung menurunkanku di simpang gang rumah. Seperti biasa, setiap pulang dari manapun, jika cowok yang mengantarkan pulang, tidak pernah sampai ke rumah. Alasannya, karena kukatakan kepadanya aku mempunyai seorang Ayah yang begitu ketat terhadap teman pria anaknya. Semua pria yang dekat denganku, berusaha mengerti watak ayahku, walau mereka belum pernah berternu.

10