piano. Ayah ingin agar aku bisa memainkan beberapa lagu untuknya.”
Diam sejenak. Kemudian aku melanjutkan ceritaku.
“Aku dan ayah sering menghabiskan akhir pekan bersama. Kalau tidak main timezone, aku dan ayah pergi ke toko buku untuk membeli buku-buku yang harus aku konsumsi, ayah ingin sekali aku seperti dirinya. Pintar.”
Aku akhiri cerita tentang ayah. Aku pandangi satu per satu wajah sahabatku.
Kentara sekali di wajah mereka, bahwa mereka sangat memuja ayahku. Memang Ayahku adalah ayah pujaan stapa pun.
Setelah aku bercerita, maka keempat sahabatku secara bergantian akan bercerita tentang ayahnya masing- masing. Walaupun begitu, tetap ceritakulah yang terhebat. Karena aku menceritakan ayah yang hebat. Ya, walaupun cerita mereka tentang ayahnya tidak terlalu buruk. Tapi tetap saja ayah akulah yang jadi juaranya. Entah mengapa, setelah menceritakan ayah, hati ini jadi puas dan aku sungguh menikmati ini. Walau ada sebagian sisi lain hatiku yang sedih.
Sama seperti yang telah sering kukatakan, aku datang ke sekolah diantar ayah. Ayah yang selalu membawakan barang baru untukku. Ayah yang selalu preventif dengan teman prilaku. Ayah, yang jika teman-teman ingin bertemu dengannya, selalu tidak bisa. Ayah yang telah menjadi idola dan dikagumi oleh teman-temanku. Dan setiap harinya aku bercerita tentang ayah yang oke. Semua ini berjalan lancar. Aku masih bisa mengendalikan semuanya.
Tetapi tidak dengan hari ini. Aku jatuh sakit, setelah diperiksa aku menderita gejala penyakit kuning. Untung hanya gejala, kalau sudah menderita penyakit kuning, aku tidak dapat membayangkannya. Aku sangat sedih. Karena sakit ini aku tidak bisa datang ke sekolah. Dan aku tidak bisa bercerita tentang ayah. Ibu sangat mengkhawatirkan
34