tentang ayah selama ini, akan berakhir di sore ini. Ah, pertanyaan Ika menyesakkan dadaku. Aku tidak tahu bagaimana ending dari cerita tentang ayah pujaanku. Pertanyaan |ka bagai tombak, yang menghantam semua cerita tentang ayah. Di depanku sekarang, sudah berserakan kepingan-kepingan dari ceritaku.
Aku yang mengarang bahwa ayahku tinggal bersama aku dan ibu. Ayah yang sangat sayang kepada keluarganya. Ayah yang begitu pedulinya terhadap anak semata wayangnya. Padahal semua itu tidak ada. Omong kosong.
Semenjak aku lahir, tidak pernah aku bertemu dengan ayah. Dari cerita ibulah aku melukiskan wajah ayah dalam hayalku. Tak ada kenangan tentang ayah. Tidak ada benda yang bisa membuatku berkenalan dengan pria yang telah menanamkan benih ke dalam rahim ibuku. Bahkan sepotong gambar dirinya tidak pernah kutemukan. Malang memang.
Dari semua inilah, aku berimajinasi tentang ayah. Aku berimajinasi seakan ayah ada di tengah aku dan ibu. Aku membayangkan ayah yang mengawasiku dari usia balitaku sampai aku beranjak dewasa. Aku membangun cerita sendirt perihal ayah.
Setiap harinya aku datang ke sekolah lebih awal, bukan karena ayah mengantarku. Tapi aku nafk angkutan umum, agar tidak seorang pun yang melihatku turun dart angkutan umum. Aku ingin bercerita bahwa ayahkulah yang mengantarku.
Barang-barang yang kupakai bukanlah dari ayah, tapi uang jajanku yang kukumpulkan selama beberapa hari agar bisa membelinya. Aku ingin semua teman tahu, bahwa ayahku orang yang royal. Tidak pelit.
Setiap kali pergi dengan teman pria, aku selalu minta diturunkan di simpang rumah. Karena aku seolah ditunggu oleh ayah di depan pagar rumah kami. Aku ingin teman pria ku tahu, betapa ayah sangat perhatian dan menjagaku
16