begitu ketat. Seakan ayah tidak ingin aku disentuh barang sejengkal pun oleh teman priaku.
Aku membangun cerita sendiri tentang sosok ayah yang ideal! dalam kehidupan nyataku. Aku tidak tahu dart Mana awal skenario ini bisa kuciptakan. Aku begitu merindunya. Merindu sosok pria yang biasa kupanggil dengan sebutan ayah.
Dari cerita ibu, aku mengetahui bahwa ayah meninggalkan ibu begitu saja, ketika usia kandungan ibu tujuh bulan. Dan selama itu hanya ibulah yang membesarkanku. Sampai sekarang aku dan ibu tidak pernah mendengar kabar tentang ayah. Aku tidak tahu apa alasan ibu tidak menikah lagi. Padaha! umuribu belum terbilang tua, dan tidak sedikit orang yang melamar ibu.
Sore ini, cerita yang kurangkat begitu manis tentang ayah akan hancur. Sebentar lagi mereka akan tahu kebenaran ceritanya. Aku terus menguping pembicaraan ibu dengan teman-temanku. Cukup lama ibu terdiam, mendengar pertanyaan dari Ika.
Aku merapatkan pandengaranku, aku ingin mendengar apa jawaban ibu. Aku tidak bisa membayangkan jika ibu menceritakan kalau ayah sudah tidak lagi bersama kami. Betapa malu aku di depan teman- temanku. Aku pasti akan dicap sebagai pembohong besar. Belum lagi Agung, pasti dia tidak ingin kenal lagi denganku. Aku merasa sangat letih, bukan letih karena penyakit yang kuderita. Tapi aku letih dengan semua hal buruk yang akan terjadi menimpaku sesudah ini. Aku merasakan bahwa sebentar lagi puing-puing rumah, akan menimpa tubuhku. Bergidik aku membayangkan semua itu.
Takut aku membayangkan bagaimana reaksi ibu nanti, jika beliau tahu bahwa aku selama ini berbohong tentang ayah. Apa yang akan ibu lakukan terhadapku? Marahkah ibu atau ibu sedih melihat tingkah lakuku? Aku menyesal jatuh sakit. Jika aku tidak sakit pastilah semua ini tidak
17