Halaman:Indonesia Madjalah Kebudajaan Edisi Djanuari-Pebruari-Maret.pdf/6

Halaman ini tervalidasi

WIRATMO SUKITO:

KONFRONTASI DENGAN PIKIRAN-PIKIRAN
KEBUDAJAAN INDONESIA DEWASA INI

SEDIAK Kongres Kebudajaan di Magelang ditahun 1948 semakin kuatlah ketjenderungan dalam masjarakat kita untuk memikirkan kebudajaan sebagai masalah bangsa, meskipun arah jang sedemikian itu telah kelihatan didjaman Pergerakan Nasional sebelum perang. Djika kita melihat ketjenderungan itu maka tidaklah sjak lagi, bahwa hal itu mempunjai pertalian jang erat dengan pergolakan bangsa kita jang bendak menjusun masjarakatnja mendjadi suatu masjarakat jang merdeka untuk menjapai tjita² kebahagiaan bangsa. Djadi kita melihat sedjak sebelum perang masalah kebudajaan itu tidak sadja diperpikirkan oleh para terpeladjar jang tidak berpolitik, tetapi lebih² oleh para pemimpin pergerakan, seperti Dr Sutomo, Ki Hadjar Dewantoro, deb. maka tidaklah terlalu abaurd djika disini kita menarik suatu kesimpulan, bahwa setiap perdjuangan jang bersifat politik tanpa landasan kebudajaan, dengan perkataan lain, bahwa setiap revolusi politik tanpa berbarengan dengan revolusi kebudajaan, tidak akan mentjapai tudjuannja. Oleh karena itu tidak terlalu sukar dipahami, bahwa gelombang dahsjat jang kini sedang membawa kita kepada suatu kebudajaan nasional tidak dapat dilepaskan dari Manifesto Politik Pemerintah dan Dekrit Presiden untuk kembali berlaku UUD 1945. Adalah senantiasa, bahwa revolusi politik itu harus didasari ataupun didampingi dengan revolusi kebudajaan. Umpamanja di Perantjis revolusi 1789 tidaklah mungkin dapat dibajangkan seandainja Rousseau dan Voltaire tidak bekerdja lebih dulu untuk memberikan landasan kepada revolusi itu. Demikian djuga revolusi Rusia ditahun 1917 tidaklah dapat dibajangkan seandainja Lenin tidak bekerdja lebih dulu untuk memberikan landasan kepada revolusi itu. Oleh sebab itu mengertilah kita sepenuhnja, bahwa disekitar tahun 1935 terdjadi pertemuan dan persimpang-siuran pikiran² tentang kebudajaan. Bahwa pikiran² itu tidak menentu arahnja hal itu adalah soal lain, tetapi sebagal fenomen kita lihat, bahwa keperluan akan pikiran² tentang kebudajaan telah dirasakan oleh para pemimpin kita pada waktu itu sebagai keperluan untuk mempersiapkan Indonesia Merdeka, dan malahan sedjarah telah mentjatat, bahwa pikiran² tentang kebudajaan itu telah dirasakan sebagai keperluan untuk mempersiapkan revolusi Indonesia. Sebagaimana kita ketahui pikiran² tentang kebudajaan itu jang telah berusaha saling bertemu adalah sebagai landjutan dari Kongres Perguruan Nasional jang mempersoalkan masalah pembaharuan kebudajaan dan pelarasan atau penjesuaian dengan djamon baru, dengan tema bagaimanakah sikap kita menghadapi kebudajaan Barat ¹). Melihat, bahwa ide² tentang revolusi pada waktu itu tidak diperdengarkan dan pikiran atas pandangan sedjarah jang mendalam boleh dikatakan tidak ada, maka

__________
¹) P.f. Zoetmulder, Cultuur Cost an West, Amsterdam, 1951. P. 5.