— 18 —
„Soeda beres semoewanja ?“ menanja satoe di antaranja jarig beroemoer lebih toewa.
„Soeda, toaya,“ djawab satoe di antara itoe orang-orang jang mengangkoetin itoe goeioengan-goeloengan tiker.
„Nah, kaloe begitoe, hiantee,“ kata lagi itoe orang jang toewahan pada kawannja, „sekarang djoega kita boleh lantas brangkat. Sebab boewat sampe ka Tjiplioe tan, di mana aernja ini soengei sanget deres, sedikitnja moesti memakan tempo satoe djam lebih, sedeng di waktoe baliknja djika dapet angin doewa djam, djika tida, sedikitnja moesti doewa djam satengah, kerna kita moesti melawan alirannja aer.“
„Wah, kaloe begitoe djangan-djangan kita aken balik poelang kasiangan," kata kawannja jang diseboet hiantee, „sebab sekarang soeda ampir djam doewabelas. Marilah kita bekerdja lekas.“
Tida lama kamoedian itoe praoe soeda digajoe oleh anem penggajoe dan djoega dipasang lajar, kerna kabetoelan mendapat angin jang menioep ka depan. Itoe doewa orang jang dateng paling blakang boekan laen dari Goei Soei Hong dan It Kie Tho Ouw Koel Boen.
„Mengapa toako maoe lelapken ini orang-orang di Tjip-lioe-tan ?“ menanja jang terseboet blakangan pada kawannja.
„Sebab kaloe dilelapken di sini, akoe koewatir iaorang tida mati, kerna aernja tida deres, salaennja itoe djoega terlaloe deket sama akoe poenja roemah...“
„Ach, sekarang akoe mengarti, sebab toako tida mendapet toedoehan djelek,“ memotong It Kie Tho.
„Ja, betoel; tapi ada lagi satoe sebab jang penting, di sana akoe tida begitoe terenal seperti di sini, maka