Halaman:Jemari Laurin Antologi Cerpen Remaja Sumbar.pdf/44

Halaman ini tervalidasi

Tulin semakin mendekat. Sejenak ia mencoba menempelkan tubuhnya ke dinding yang tua. Keributan semakin jelas ia dengar. Suara-suara itu sangat memilukan, terutama erangan dan isak tangis emaknya yang tiada terputus. Tulin sepenuhnya yakin dan sadar bahwa keributan kali ini disebabkan oleh segelas kopi yang tak kunjung tiba di meja, tempat bapaknya selalu duduk saat pulang ke rumah. Saat ini kopi yang ditunggu bapaknya masih ada di tangannya, tergenggam erat seiring rasa geram, takut, iba, sedih, dan segala perasaan yang ia tak tahu namanya. Untuk kejadian kali ini, TulFn tetap tidak menangis.

Telah hitungan menit ia di sana, berdiri mematung merapatkan tubuh ke dinding tua. Namun, keributan dan luapan emosi yang sedang terjadi belum jua mereda. Lalu, rasa ingin tahunya mendorong Tulin untuk mengintip kejadian yang sebenarnya sedang terjadi dalam naungan ketuaan rumah itu. Dan ia melakukannya.

Ketika ia melongokkan kepala ke pintu yang sedikit terbuka, ia menyaksikan emaknya sedang terhuyung-huyung. Sementara itu, tangisan tetap mengiringi. Lalu pada detik berikutnya, huyungan emak terhenti tepat ketika kepalanya membentur tonggak tua. Selanjutnya darah.

Tulin masih diam di balik dinding luar rumah. Tatapan matanya menjadi kosong menyaksikan kejadian buruk yang selalu saja menjadi santapan keluarganya.

“Mak..., ini kopinya...”

Suaranya lembut, lirih. Tak ada yang dapat mendengar suaranya kala itu.

Bahkan, desiran angin pun telah melumatnya dan membawa terbang ke kesunyian, seiring luka yang semakin mendalam di hati seorang bocah, Tulin.

Sebungkus kopi jatuh ke tanah. “Tulin pergi, Mak...”

Tanpa menoleh, Tulin melangkah lagi di jalan berbatu, mungkin untuk terakhir kalinya. Saat itu matahari telah benar-benar hilang dari semesta dan menarik tirai siangnya dari alam, untuk esok kembali lagi dengan sinar dan persaksian hidup yang baru. Yang tinggal kini hanya berupa bayang samar yang selalu tersaji ketika malam tiada berbulan. Pun, bayang Tulin yang bergerak lembut mengikuti lajur jalan

32