Halaman:Kalimantan.pdf/144

Halaman ini tervalidasi

dilalui serdadu Nica ini sepandjang djalan diletakkan pohon-pohon karet, sebagai penghalang, sedangkan pihak BKR bersembunji dibalik pohon karet dalam kesempatan menjergap Belanda jang lewat. Sepandjang djalan bergelimpangan majat dari penduduk, karena Belanda sudah tidak dapat membedakan antara rakjat jang tidak berdosa dengan pasukan-pasukan BKR main tembak sadja.

 Pertempuran selandjutnja jang terdjadi didaerah Pangkalan Bun dan Kotawaringin ialah pada tanggal 12 dan 13 Djanuari 1946, dalam pertempuran ini banjak sekali korban jang diderita oleh pihak Republik dan penduduk. Demikianlah seluruh daerah Kalimantan Selatan telah djatuh kembali ketangan kolonialisme Belanda, Pasukan gerilja lalu mengundurkan diri kepedalaman Kalimantan, sambil menanti waktu jang baik guna melandjutkan perlawanan gerilja.

 Dalam keadaan demikian itu anggauta-anggauta rombongan jang pertama dan jang kedua bertjerai-bcrai, satu sama lainnja tidak mengetahui mereka ada dimana, jang oleh tentera Nica ditjerai-beraikan sedjak tedjadinja pcrtempuran Ketapang, dan kemudian Kumai, Pangkalan Bun dan Kotawaringin. Tidak diketahui berapa diantara mereka jang masih hidup, berapa jang ditangkap, sedang jang matipun tidak diketahui lagi. Hanja jang diketahui ada satu kelompok ketjil jang terdiri atas 8 orang terus-menerus dikedjar serdadu Nica. Rupanja mereka jang dikedjar-kedjar ini adalah dari staf rombongan jang mempunjai dokumentasi penting tentang keadaan dan kedudukan tentera Belanda di Kalimantan.

 Perdjalanan jang mereka lakukan antara Pangkalan Bun ke Kuala Pembuang memakan waktu tiga hari tiga malam, melalui hutan belukar, sungai, bukit dan sebagainja. Sedang jang mendjadi hahan makanan ialah ubi-ubi kaju, umbut-umbut muda, minum air telaga. Dan kalau waktu malam mereka tidur diatas pohon-pohon kaju, Sewaktu-waktu mereka dapat menemukan dangau, gubuk petani ditengah-tengah ladang, dan disanalah mereka dapat makan dan minum seadanja. Kuala Pembuang jang mendjadi tudjuan pertama dari mereka, ialah untuk minta bantuan kepada penduduk supaja menjediakan perahu untuk terus berangkat ke Djawa buat melaporkan kepada Pemerintah Republik, bagaimana keadaan Kalimantan ketika itu.

 Sehari setelah mereka mentjapai Kuala Pembuang, maka oleh penduduk segera disiapkan satu perahu motor dan dibekali dengan bahan-bahan makanan dan sebagainja. Pagi-pagi benar tanggal 20 Djanuari 1946 mereka berlajar menurut terusan sungai Pembuang menudju Tegal. Ditempat laut selama berhari-hari lamanja senantiasa bertemu dengan kapal perang Nica, tetapi untunglah pelajaran tersebut tidak kurang suatu apa, sekalipun makan, tidur dan minum amat dibatasi, dan karenanja tidak luput dari mengantuk, haus dan lapar. Keadaan di Djawa ketika itu tidak diketahui dengan pasti: apakah Tegal, Pekalongan dan Semarang telah diduduki Belanda, karena tudjuan ialah ke Tegal dan dari sana akan terus ke Djakarta untuk mengundjungi Pemerintah Republik Indonesia.

 Tetapi ketika hampir mendekati pantai Djawa, maka didapat keterangan dari nelajan-nelajan, bahwa baik Semarang, Tegal dan Pekalongan telah diduduki oleh Belanda, sedang pemerintah Republik Indonesia berkedudukan di Jogjakarta. Maka dengan demikian mereka mengarahkan perahunja menudju ke Djuana, akan tetapi sesampainja mereka disana oleh pasukan ALRI ditahan, karena

140