Halaman:Kalimantan.pdf/155

Halaman ini tervalidasi

Karena soal psychologis inilah, bagi mereka jang memang belum luas pengalaman dan pengetahuannja, amat mudah didjerumuskan dalam perkara-perkara kedjahatan.

 Betapapun djuga pihak pemerintah tentu akan dapat mengambil djalan sebaikbaiknja bagi penjelesaian keadaan itu dengan pengertian, bahwa mereka jang telah melaporkan diri untuk ditampung masih mempunjai djiwa jang dapat diperbaiki dari kesalahan-kesalahan jang diperbuatnja. Mereka jang ingin ditampung itu, tentunja dengan kesedaran untuk mempertanggung-djawabkan segala perbuatannja, dan oleh karena itu pengembalian mereka kedalam masjarakat harus melalui saluran-saluran sebagaimana lajaknja.

 Sekalipun usaha-usaha pihak Pemerintah dan alat-alat kekuasaannja jang dilakukan dengan berbagai tjara dan dalam kemungkinan-kemungkinan jang dapat ditjapainja, namun buah usaha itu hanja dapat mengurangi ketegangan, dengan lain perkataan pengatjauan tidak dapat dibasmi sama sekali. Sedjak Letnan Kolonel Hasan Basry mengundurkan diri dari lapangan ketenteraan, maka tugas penjelesaian seluruhnja dipegang oleh Komandan Territorial VI overste Sukanda Bratamenggala, maka soal keamanan pula jang primair jang harus didahulukan penjelesaiannja.

 Sebenarnja usaha untuk menjelesaikan soal gerilja dan pengumpulan sendjata jang ada ditangan mereka di Kalimantan Selatan telah didjalankan sebelum maklumat Pemerintah tertanggal 14 Nopember 1950 diumumkan. Dan sedjak tanggal 1 Nopember bantuan militer untuk pembersihan di Hulu Sungai telah ditarik kembali setelah sebulan lamanja didjalankan. Sekalipun demikian kriminaliteit di Kalimantan Selatan bukan berturun, malah makin tinggi. Karena daerah Kalimantan Selatan amat luas dan besar hal itu menambah sukarnja bagi polisi dan tentera untuk mengawasinja. Sedjak bulan Pebruari 1950 djumlah anggauta gerilja jang ditampung sedjumlah 16.000 orang.

 Akan tetapi ternjata kemudian banjak diantara mereka jang mengundurkan diri dari ketenteraan, sehingga djumlah jang tadinja 16.000 orang, pada waktu itu, jaitu dalam Maret 1950 hanja tinggal 6000 orang jang tetap tinggal dalam formasi tentera sedang jang lainnja jaitu djumlah jang lebih besar kembali kemasjarakat, dan bahkan diantaranja banjak jang menggabungkan diri lagi dengan pasukannja dihutan-hutan. Oleh karena keadaan jang selalu pasang surut, jang menundjukkan kegontjangan dalam masjarakat, maka mau tidak mau djalan kekerasan didjalankan, jaitu dengan satu ultimatum jang dikeluarkan oleh pihak ketenteraan tanggal 15 Oktober 1950 supaja kaum bekas gerilja menjerahkan diri dengan sendjatanja. Hasil jang ditjapai dari ultimatum itu sedikit sekali, bahkan kaum gerilja lebih meradjalela melakukan aksinja membakar dan mengganggu keamanan. Soal keamanan di Kalimantan Selatan telah menarik perhatian demikian djauhnja, sehingga Pemerintah Pusat dan Parlemen merasa perlu untuk mengirimkan satu Komisi Penjelidik untuk mentjari bahan-bahan sekitar penggangguan keamanan itu. Akan tetapi hasilnja baru dalam tingkat mempeladjarinja sampai dimana ada kemungkinan untuk menjelesaikannja dengan tjara jang baik, dengan tidak sampai menumpahkan darah lebih banjak. Timbulnja gangguan keamanan memang tidak dapat dilepaskan dari soal „ontevredenheid" jang telah berurat-berakar dalam kalangan bekas tenaga pedjuang, dan bahwa keadaan

151