Halaman:Kalimantan.pdf/168

Halaman ini tervalidasi

Keseimbangan antara djumlah penduduk dan luas pulau Djawa hampir tidak ada, karena sebenarnja pulau Djawa paling banjak hanja dapat didiami oleh 35.000.000 djiwa sadja, sedang keadaan sekarang mentjapai angka lebih kurang 50.000.000 djiwa. Tetapi Indonesia itu bukan Djawa sadja, melainkan djuga Kalimantan jang didalam hal ini merasakan amat tipis penduduknja, sehingga tiap satu kilometer hanja didiami oleh seorang sadja, sedang luas Kalimantan adalah lima kali lebih besar dari pulau Djawa. Pulau Kalimantan jang terbesar diseluruh Asia Tenggara hanja berpenduduk kurang lebih 3.800.000 djiwa, sudah barang tentu tidak akan sanggup membangunkan daerahnja jang demikian besar, sedang rakjat Djawa masih sadja segan untuk bekerdja di Kalimantan.

Dalam kedua zaman, Belanda dan Djepang kurang sekali usaha-usaha untuk mengurangi kepadatan pulau Djawa, misalnja dengan memindahkan sedjumlah rakjat ke Kalimantan, ketjuali jang agak berarti ialah kolonisasi di Sumatera Selatan jang djuga nampaknja tidak lantjar, karena mereka jang dikolonisasikan itu merasa dirinja diikat dengan suatu perdjandjian kontrak, seperti apa jang terdjadi di Sumatera Timur.

Masalah kepadatan penduduk Djawa, merupakan probleem jang sulit bagi Pemerintah untuk menjelesaikannja, karena tidak sadja menghendaki kebidjaksanaan, organisasi jang baik, melainkan djuga harus menimbulkan pengertian jang dalam, bahwa pemindahan penduduk itu dilakukan tidak setjara paksaan, seperti apa jang dilakukan Belanda jang membawa akibat kurang baik bagi kehidupan keluarga transmigranten. Untuk menimbulkan pengertian ini sadja amat susah, karena sebagian besar dari rakjat tanah Djawa tidak mau setjara sukarela dipindahkan dari daerahnja ketempat lain, djika tidak mendapat djaminan sebagaimana lajaknja.

Sebelum perang dunia jang lalu penjaluran penduduk dari Djawa dan Madura memang ada, terutama kedaerah Kalimantan Barat. Akan tetapi pemindahan jang demikian itu adalah atas risiko mereka sendiri, jang dengan kehendak sendiri pergi mentjari tanah-tanah kosong dibagian pedalaman Kalimantan Barat. Mereka ini kebanjakan dari suku Madura dan Djawa. Zaman Malaise pada tahun-tahun 1936 — 1937 pada hakekatnja mendorong penduduk Djawa dan Madura mengembara dengan tudjuan untuk mentjari pekerdjaan, dan bertjotjok-tanam, dan agaknja dibeberapa tanah dalam daerah Kalimantan Barat tjotjok dengan apa jang dikehendaki mereka.

Sedjak itu tidak sedikit djumlah suku-suku Madura dan Djawa jang mengalir ke Kalimantan, baik dengan kaum keluarga maupun setjara perseorangan dan didaerah jang baru itu mereka mendirikan perkampungan. Mereka dapat menjesuaikan diri dengan keadaan penduduk disekitarnja, dan karena itu oleh jang berwadjib diandjurkan lebih banjak mendatangkan orang-orang dari lain daerah, semata-mata untuk membuka tanah atau kampung jang sekiranja dapat dipergunakan untuk ternak atau ladang dan sawah.

Bukanlah suatu rahasia lagi, bahkan telah mendjadi milik umum, bahwa Kalimantan adalah pulau jang kaja raja, suatu pulau jang amat kaja akan bahan-bahan mentah jang sangat berfaedah bagi pembangunan negara, suatu pulau jang merupakan gudang deviezen, jang hanja oleh karena kekurangan

164