Halaman:Kalimantan.pdf/175

Halaman ini tervalidasi

Kaum transmigran hendaknja tidak lagi merupakan sebagai „ Kuli kontrak" jang dikolonisasikan Pemerintah Belanda dulu di Lampung dan Sumatera Timur, jang hingga turun-temurun nampaknja merea tetap membawakan „ Masjarkat Djawanja" sendiri, mempertahankan diri tidak mau dibawa tenggelam dalam lautan masjarakat jang lebih besar . Seakan-akan tidak ada perhubungan antara mereka dengan saudara-saudaranja sendiri dari suku Madura, Dajak, Djawa, Batak dan sebagainja padahal masjarakat jang demikian itu sudah lama tenggelam bersama kolonialisme Belanda.

***

Pembukaan Tanah Baru


Apa jang disebut pertanian, persawahan dan perladangan, sebenarnja tidak terdapat di Kalimantan. Kalaupun ada hanja terbatas sekali dan sifatnja masih amat primitip, djika dibandingkan dengan pertanian dan persawahan didaerah Indonesia lainnja . Sekalipun sebagian besar dari rakjat Kalimantan meletakkan hidupnja atas hasil pertanian dan perkebunan, akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka harus mendatangkan bahan-bahan makanan dari lain daerah, terutama sekali beras. Didaerah Kalimantan Barat persawahan sama sekali tidak ada, ketjuali ladang ketjil jang hanja dapat dipergunakan untuk kebutuhan sendiri, itupun tidak tjukup bakal persediaan, selama menunggu waktu untuk menanam kembali.


Perkebunan jang nampak mendatangkan hasil , terutama sekali ialah karet dan kopra. Sebagian besar rakjat Kalimantan Barat bekerdja diperkebunan tersebut, dan hampir tidak ada jang mengerdjakan tanah-tanah untuk persawahan dan perladangan. Oleh karena itu hidup mereka sebenarnja tergantung dari lain daerah, terutama Djawa dan Singapura jang setiap bulan mendatangkan beras. Hasil kopra Kalimantan Barat adalah nomor dua diseluruh Indonesia. Djika daerah Menado jang terbilang nomor satu dalam setahunnja dapat menghasilkan kopra sampai 120.000 ton, maka daerah Kalimantan Barat dapat mentjapai hasil 70.000 ton setahunnja.


Dalam daerah Kalimantan Barat terdapat lebih-kurang 15.000.000 pohon kelapa, tapi jang mendatangkan hasil hanja separuhnja sadja, karena jang lainnja, tidak dipelihara sebagaimana mestinja. Kebun-kebun kelapa itu 70% kepunjaan bangsa asing Tionghoa, sedang sisanja kepunjaan dan hak milik bangsa Indonesia sendiri, tetapi sisa jang 30% itu mendjual sebagian besar hasilnja kepada tengkulak-tengkulak Tionghoa, sehingga pertelaan penghasilan kelapa kering adalah 61 % Tionghoa asing , 30% Tionghoa warganegara , 5% Indonesia perseorangan, 3% koperasi Indonesia dan bagi petani Indonesia hanja 1 % sadja. Malahan ada pula jang tak sudi berpusing -kepala dengan urusan pekerjaan, usaha-usaha mengolah kopra dan mendjualnja, tetapi sekaligus sadja kebunnja itu disewakan kepada tengkulak kopra.


Pada umumnja seluruh perkebunan kelapa di Kalimantan Barat asal mulanja hak milik rakjat, tetapi lambat-laun didjual kepada bangsa Tionghoa jang mendatang dan semakin hari mendjadi pemegang tampuk perekonomian. Sebagai ,,radja uang " mereka memberikan pindjaman jang tidak terbatas kepada petani-

171