Halaman:Kalimantan.pdf/195

Halaman ini tervalidasi

Kalimantan Selatan djuga dimulai sedjak tahun 1911 dan tahun 1912, jang dilakukan atas sebidang tanah jang agak tinggi letaknja, sedang tumbuhan lainnja seperti kopi, alang-alang dan rumput ditebang dan ditebas, kemudian baru dipatjul. Kalau tanah-tanah itu sudah dipatjul, barulah ditanami dengan bidjibidji karet, dan setelah berumur 7 atau 8 tahun karet-karet itu sudah dapat ditoreh. Tjara memelihara kebun tidak dilakukan sebagaimana mestinja, karena sewaktu keadaan baik, selama karet harganja naik, selama itu pohon-pohon karet ditoreh, diperas sampai tetesan latex jang penghabisan.

 Kalau ada tanda-tanda jang menjebabkan penghasilan latex akan berkurang atau dichawatirkan pohon itu akan mati, karena kurang sempurna pemeliharaannja, terus-menerus dilakukan penjadapan disekeliling pohon, sebelah menjebelah sampai kedahan-dahannja, supaja dengan demikian masih bisa didapatkan latex sebanjak-banjaknja. Tetapi pekerdjaan jang demikian ini ternjata amat merugikan, karena tidak sadja latexnja makin kurang, melainkan djuga lambatlaun daun-daun karet dengan sendirinja rontok dan kemudian mati. Dalam tahun 1915-1920 terdjadi perluasan kebun karet jang agak besar. Dalam tahun 1923 harga karet amat tinggi harganja sampai ƒ. 300,― tiap-tiap 100 kati, atau ƒ. 500,― tiap-tiap 100 kg.

 Dalam tahun berikutnja, jaitu antara tahun 1925―1926 adalah zaman keemasan" bagi rakjat Kalimantan, karena mahalnja harga karet, sehingga penduduk merasa perlu lebih banjak menanam karet disebelah- menjebelah halaman rumahnja. Tetapi keadaan demikian tidak berlangsung lama, karena mendjelang tahun 1930 sampai tahun 1935 harga karet terus-menerus turun, dan tahun-tahun tersebut terkenal dengan sebutan ,,zaman meleset", dan karena itu pemerintah Belanda merasa perlu untuk melarang kepada penduduk untuk memperbanjak tanaman karet, agar hasil karet djangan sampai terlalu banjak membandjiri pasar dunia.

 Kemudian dalam tahun 1938 harga karet mulai naik lagi, tetapi karena adanja kantoor Rubber Restriksi, maka karet-karet rakjat itu diatur dan dibeli oleh kantor tersebut dengan harga penetapan dari jang berwadjib sendiri. Penanaman karet jang dilakukan dalam daerah Kalimantan berdasar atas tiga taraf, jang pertama jaitu penanaman karet sebelum tahun 1924, jang kedua setelah tahun 1925, dan jang ketiga dalam tahun 1938. Dalam tahun 1924 diseluruh Kalimantan Selatan terdapat penanaman karet sebanjak lebih kurang 31% dari djumlah pohon karet, jakni 22.784.200 dengan luas 25.173 ha. Tetapi pohon-pohon karet tersebut dianggap sudah rusak, karena mengalami duakali ,,zaman keemasan", jakni dalam tahun 1923 sampai dengan tahun 1925, dan kemudian dalam tahun 1950 sampai dengan tahun 1951 jang lalu.

 Pada waktu itu pohon-pohon karet disadap dengan semau-maunja untuk mengeluarkan latex sebanjak-banjaknja, dengan tidak mengindahkan akibatnja dibelakang hari. Kebanjakan pohon-pohon itu hampir sama bentuknja dengan

botol bundar, dibawah besar kira-kira satu setengah meter dari tanah dan makin keatas makin ketjil. Ini disebabkan karena kulitnja sudah rusak, akibat tjara penjadapan jang tidak teratur jang dilakukan disekeliling pohon, bahkan sampai

191