Halaman:Kalimantan.pdf/306

Halaman ini tervalidasi

Dibeberapa tempat, masih mendjadi kebiasaan bagi orang desa menjiram tamunja itu dengan air waktu ia hendak berangkat meninggalkan mereka. Tidak perduli entah tamu itu basah kujup atau basah setengah, disiram oleh gadisgadis dengan tidak segan-segan. Biasanja lalu mendjadi ramai, karena pihak tamupun tidak menjerah mentah-mentah, tetapi membalas pula. Demikian tjara mereka melepas tamunja dan menurut mereka supaja djangan lekas lupa.

Diwaktu hendak mendirikan balai jang baru, biasanja tidak hanja dikerdjakan oleh penghulu balai itu sadja, tetapi dibantu oleh orang-orang balai kampung lain. Pesta lalu diadakan, memotong ajam dan babi. Pada tiap-tiap malamnja selama bekerdja diadakan kesenian-kesenian daerah. Kerukunan-kerukunan lain tampak pula tatkala ada kematian, demikian pula waktu hendak turuu keladang atau menuai padi.

Lain sedikit keadaannja di Kalimantan Selatan. Dipedalaman-pedalaman penduduknja sudah banjak jang agak kemasukan aliran kota, apalagi sedjak diudik-udik diadakan pekan sekali seminggu atau sekali sebulan, maka didaerahdaerah seperti Hulu Sungai (Kandangan, Barabai, Amuntai, Negara, dan lainlain), Kuala Kurun, Tumbang Senamang, Puruk Tjahu, Muara Tewe dan sebagainja sudah sama keadaannja dengan kota-kota ditepi pesisir atau ditempat-tempat perdagangan jang sudah ramai. Ditempat-tempat ini ,,djual-beli" sudah lebih lumrah daripada ,,beri dan minta" . Hanja disekitar tempat-tempat tersebut, dikampung atau didesa, semangat bertolong -tolongan a la bahari masih belum hilang benar. Disini masih kelihatan dipelihara dengan baik, umpama pada waktu hendak mendirikan rumah, membuka tanah perladangan baru, menuai padi atau pekerdjaan sehari-hari jang lain. Peranan „djual-beli" hanja mengenai alat kebutuhan hidup jang didatangkan dari luar (kota). Kebutuhan lain-lain, jang terdapat didaerah mereka sendiri masih sadja ,,diberi" dan diminta". Binatang buruan jang diperoleh seorang pemburu masih dianggap hak bersama, hingga djarang seorang pemburu makan perolehannja hari esok, karena sudah habis dibagi-bagikan dengan tetangga.

Pada musim menuai padi sistim gotong-rojong lebih kelihatan lagi, malah karena terlampau perhatian kadang -kadang merugikan djuga, umpama:

Padi diladang si A sudah masak. Menurut biasa ia akan ditolong oleh tetangga-tetangganja sekampung. Pada hari jang ditentukan merekapun berkumpullah bersama-sama menuai diladang A. Oleh si A diadakan perhelatan jang ramai sekali diladangnja, seperti menjembelih babi, ajam, menjediakan bertempajan-tempajan tuak serta tukang-tukang tari jang pandai. Biasanja keramaiankeramaian begini telah dimuliakan sedjak malamnja. Demikianlah ramainja pesta ,,bahandep", demikianlah namanja, pada musim menuai padi.

Sehari-harian itu mereka bekerdja, setelah sore harinja barulah sama pulang kerumahnja masing-masing, sementara itu sebagian besar dari isi ladang si A sudah masuk rengkiang semuanja. Mungkin masih ada sisanja diladang. tetapi itu akan dikerdjakan sendiri oleh isteri atau anaknja. A sendiri, tidak mungkin lagi, ia asjik dengan penuaian padi diladang jang lain , karena sedjak hari kemarin sudah berturut-turut sadja gilirannja datang.

Salahnja dalam kebiasaan bahandep ini, jang terkemudian sekali umumnja sering menderita kerugian. Ketjuali itu djuga peladang-peladang jang ladangnja kurang luas, jang sedianja dapat dituainja sendiri sadja.

302