Halaman:Kalimantan.pdf/343

Halaman ini tervalidasi

Dalam beberapa daerah, bukan suku Dajaknja jang timbul, tetapi daerah kediamannja, seperti suku Pasir, Bulongan, Tidung dan lain-lain jang dianggapnja pengganti perkataan Dajak. Agaknja dalam mempertahankan nama suku-suku ini, terutama suku Dajak di Kalimantan lambat-laun akan hilang lenjap. Hal ini sedjalan dengan maksud Pantjasila Negara untuk meniadakan suku-suku diantara bangsa Indonesia sendiri. Dalam hal ini suku Dajak mungkin akan mendjadi pelopor untuk menghapuskan nama sukunja. Tetapi dalam beberapa upatjara, baik oleh suku Dajak jang telah memeluk agama Islam, maupun oleh suku-suku Melaju, sudah terlalu banjak berbau Padang Pasir, artinja banjak ditjampuri oleh kebudajaan Arab. Hanjak dikalangan suku Dajak Islam sedikit kurang pengaruh-pengaruh agama asli. Upatjara perkawinan diantara suku-suku Melaju di Kalimantan Barat, mempelai laki -laki diberi berpakaian setjara Arab, setjara pakaian Radja Farouk, jaitu bertjelana putih, badju djas putih dengan memakai dress keemasan, memakai dasi jang tjoraknja amat menjilaukan mata. Pada kepalanja terpantjak kopiah tarbus merah model Turki dihiasi dengan ratna mutu manikam, berkaus kaki putih dan bersepatu, serta pakai katja mata hitam, agar supaja nampak keseganannja.

Pengantin wanita memakai rok putih dihiasi dengan benang mas, memakai djamang - hiasan telinga - bersanggul besar, bermahkota jang ditaburi dengan manik-manik, sedang ditangan kirinja dipegang sebuah tas jang berumbai-umbai. Berbeda dengan pengantin laki-laki, pengantin perempuan pakai rok atau kain lunggi hanja sampai didadanja sadja, sedang bagian atas dari badannja ditutupi dengan sematjam sutera halus, tapi tegas kalihatan bentuk tubuh jang ramping ataupun jang gemuk, bahkan mukanjapun ditutup pula. Setelah mengelilingi para tamu lalu duduk diatas pelamin dengan tenangnja, mereka seakan-akan tidak boleh bergerak dan harus tunduk kepada perintah tukang make-upnja. Terlebih dahulu, sebelum kedua pengantin itu duduk bersanding, mereka ditaburi dengan beras kuning dan wangi-wangian, sedang mempelai perempuan tidak boleh membuka matanja, karena bertentangan dengan adat kebiasaan untuk sekedar memelihara nilai wanita dalam pandangan umum.

Dalam waktu sepandjang malam itu pengantin bergilir-ganti pakaian, mengelilingi tamu jang duduk disekitar pelaminan pengantin. Makin besar peralatan perkawinan, makin besar djumlah tamu jang datang, sedang pergantian pakaian berulang-ulang dilakukan sampai 5 atau 6 kali. Dalam pada itu para tamu didjamu makan dan minum beraneka-warna, sambil mendengarkan lagu-lagu kashidah dan pembatjaan Al Qur'an. Pesta kawin seperti ini berdjalan sampai 7 hari dan 7 malam berturut-turut, jaitu bagi keluarga jang mampu dan kaja. Tetapi bagi keluarga jang agak kurang mampu, pesta hanja dilakukan 2 atau 3 hari sadja, bahkan hanja satu hari sadja, karena keadaan jang demikian ini sudah tidak sesuai lagi pada waktu sekarang ini.

Sekalipun dalam peralatan kawin jang agak sederhana, orang terpaksa harus menjediakan sedjumlah uang, karena dalam peralatan kawin itu ada sematjam konkurensi dalam masjarakat, dan siapa diantaranja jang berpesta ketjil sadja, masjarakat seakan-akan mentjelanja. Sjukurlah kebiasaan jang gandjil itu telah hilang sama sekali dalam masjarakat Kalimantan Barat, sekalipun masih ada sementara golongan jang ingin tetap mempertahankannja, terutama oleh golongan kaum radja-radja. Segala upatjara perkawinan jang terdapat di Kalimantan

339