Halaman:Kalimantan.pdf/344

Halaman ini tervalidasi

umumnja adalah karena kebudajaan jang dibawa oleh bangsa Arab, jang rapat sekali hubungannja dengan propaganda mereka untuk mendjadikan daerah ini sebagai daerah Islam. Dalam upatjara melahirkan anak dan ketika kematian anak, tidak ada perbedaan jang menjolok mata dengan daerah Islam lainnja di Indonesia. Terutama dalam perkara kematian, jang diturut adalah sjarat-sjarat jang bertalian dengan hukum ke-Islaman.

Dalam hubungan selandjutnja agak penting djuga disinggung bagaimana upatjara-upatjara dari golongan suku Dajak jang beragama Kristen. Dalam hal ini golongan Dajak Kristen lebih radikal lagi, jaitu merombak segala matjam adat-istiadat jang dianggap kuno dan primitief, dan melaraskan keagamaannja dengan tata-tjara Eropah, jang hampir 75% menjimpang dari kebiasaan lama, sedang jang 25% sisanja masih dipergunakan, misalnja tentang mas kawin dan beberapa matjam upatjara-upatjara lain jang dianggap tidak bertentangan dengan adjaran agama mereka, karena jang tersebut belakangan ini, sekalipun mereka telah mendjadi Kristen, namun mereka tidak dapat melepaskan diri sama sekali dari pengaruh dan ikatan agama aslinja dahulu.

Adat istiadat dan kebiasaan jang berlaku dalam masjarakat Dajak, apabila mereka hendak mengadakan upatjara-upatjara, maka jang mendjadi pegangan bagi mereka ialah apakah ada hubungannja dengan agama, tetapi senantiasa menghubungkan segala matjam upatjara dengan keagamaan mereka. Mereka tidak dapat memisahkan antara agama dengan adat kebiasaan, jaitu suatu hukum bagi masjarakat, dimana orang harus tunduk dan patuh terhadap hukum. Untuk menggambarkan perkembangan adat-istiadat serta kebiasaan jang mengikat masjarakat Dajak ini, sudah barang tentu terbatas kepada soal-soal dalam garis besarnja, karena tidak mungkin untuk membaginja dalam bagian-bagian ketjil, sebab perumusan dari segala matjam adat-istiadat diantara 142 suku Dajak memerlukan penjelidikan jang dalam dan menelan waktu jang amat pandjang.

Tetapi satu hal adalah pasti, bahwa antara satu dan lainnja terdapat perbedaan-perbedaan bentuk, sifat dan penglaksanaannja jang harus pula disesuaikan dengan karakter, ketjerdasan dan tingkatan hidupnja sendiri, sekalipun segala perbedaan itu kadang-kadang tidak djauh pertentangannja. Dalam peraturan perkawinan suku Dajak ada beberapa peraturan jang mengikat, tetapi biarpun demikian pertjeraian- pertjeraian tidak pula dapat ditjegah. Pada umumnja pertjeraian-pertjeraian djarang sekali terdjadi, karena pihak jang bersalah atau jang minta tjerai dikenakan hukuman denda, sesuai dengan djumlah jang telah didjandjikan ketika hendak kawin dulu, jang besarnja sekurang-kurangnja Rp. 100, dan kadang-kadang sampai Rp. 1000, -. Tetapi djika pihak perempuan jang bersalah, ketjuali membajar wang denda, diwadjibkan pula membajar kembali sedjumlah wang mas kawin sebanjak jang diterimanja dahulu. Demikian djuga dalam pembatalan pertunangan, maka jang bersalah diharuskan membajar denda jang telah didjandjikan pada waktu mengikat tali pertunangan. Djanda atau suami jang pernah kawin dan telah mempunjai anak, tidak dilarang untuk kawin lagi, hanja ia harus membajar sebuah tempajan tiap-tiap memperoleh seorang anak.

Maksudnja ialah memberi semangat kepada anak, karena ditinggalkan bersuami atau beristeri oleh orang tuanja. Ada pula kebiasaan didaerah Kalimantan Timur, jaitu antara suku Dajak Putuk, jang menjediakan atau membajar dengan tem-

340