Halaman:Kalimantan.pdf/355

Halaman ini tervalidasi

dewi Sekartadji dari Kediri dalam baksa Kembang dan baksa lilin, dan bidadari Supraba tudjuh sekawan dalam tari ,,Urung -urung batang".

Dalam tarian topeng jang pemainnja selalu wanita, ketjuali jang dimainkan peranan badut, adjar dan raksasa-saksasa. Pemain jang seorang itu berganti ganti mengenakan topeng peranannja, djarang peranan dimainkan berhadaphadapan. Pada topeng Bandjar terdapat peranan -peranan jang diambil dari tjerita Pandji dan Wajang Purwa. Peranan-peranan ini dapat dikenali dari rupa dan bentuk topengnja, seperti, Pandji Wanengpati dengan topengnja jang berwarna putih, raut muka jang halus mata ketjil. Gunungsari dengan rautan muka dan warna jang hampir serupa tetapi memakai palis putjuk rebung. Dewi Sekartadji dengan topeng berwarna putih kuning, rautan muka sangat halusnja ~ lambang ketjantikan -. Panambi ~ Samba Peranggaruda dengan topengnja berwarna biru dan Narendra Darawati dengan topengnja berwarna hidjau dan bermisai. Selain dari pada itu adalah topeng-topeng jang kasar rautan mukanja, bermata besar dan kadang -kadang bertaring, berwarna merah atau hitam, jaitu topengtopeng jang menunudjukkan peranan Prabu Gilingwesi, Ratu Sabrang, Radja Katingan, Temenggung, Patih, Demang dan raksasa-raksasa Alan-alan, Daliu dan Rangga serta topeng Adjar dan Togog, kemudian topeng-topeng badut Pentul Tamban, Tjamplung dan Amban.

Pada pertundjukan wajang orang, baksa dan tarian selalu dipergunakan gamelan selengkapnja, jaitu gamelan pelok untuk berwajang dan salendro untuk tarian. Gamelan Bandjar selengkapnja merupakan 2 sarun, serentam, kedemung, gender, bonang, gambang, kenong, gong dan sebagainja. Lagu-lagu jang dimainkan ialah lagu-lagu gamelan jang berasal dari Djawa dan Bali. Jang berasal dari Djawa, ialah lagu-lagu ajak-ajakan, sumbu gelang, ketawang, kembang muni, gajam, lagu kentjang dan lain -lain sebagainja. Dan jang berasal dari Bali ialah lagu-lagu wani, tiba wani-wani, pantjang buang, paksi muluk, sumbu langit, dan lagu-lagu tjendera. Dari kedua sumber inilah terbentuknja gamelan Bandjar jang sekarang ini.

Tjontoh-tjontoh kata-kata dalam wajang Bandjar, ialah „ Siapa waruh, siapa tembuh. Djadjar djadjarani pasibani sintan. Djadjar urang dinagara Sukalima Madigandapura, djadjar urang dinagara Pandawa. Sintan kindal djumenang nata, la iku rupani Prabu Darmakesuma".......... Njatalah, bahwa edjaan Djawa Lama berpadu dengan kata-kata Bandjar. Pada arak-arakan dikenal tari kuda bepang jang diambil dari permainan Djawa „Djaran kepang". Pertundjukan ini mendjelaskan peranan pasukan Temenggung Djajadirata, Panglima Astina. Berbeda dengan pakaian djaran kepang, maka penunggang-penunggang kuda bepang tidak memakai batik, tjelana pendek dan ketopong, melainkan dengan kepala terbuka bertjelana pentalon, berkemedja dan berdjas.

Permainan ini memakai tabuhan terdiri dari gendang, gong, dan angklung, sedang permainan mamanda mengarah wajang orang tetapi tutur katanja, pakaian dan tabuhannja adalah saduran dari Melaju Semenandjung. Pakaiannja serupa dengan pakaian penunggang kuda bepang, tabuhannja gendang, biola, sedang tutur katanja asli Melaju Djohor. Tjerita jang diambil dalam permainan itu, lazimnja tjerita Abdulmuluk dan Siti Zubaidah. Bermain mamanda lazim disebut djuga ber-abdulmuluk.

351