Halaman:Kalimantan.pdf/369

Halaman ini tervalidasi

mendatangkan beberapa orang tukang ukir dari Djawa untuk mengukir kaju-kaju tiang dan lain-lainnja dalam istana.

Pada tahun 1778 Sultan Sepuh meninggal dunia dan diganti oleh Pangeran Muhammad anak dari Sultan Kuning dan bergelar Sultan Tamdjidillah II, tetapi antara 7 tahun kemudian Sultan Tamdjidillah II meninggal dunia. Sultan Tamdjidillah II ada berputera tiga orang jang semuanja masih dibawah umur, jaitu Pangeran Rahmad, Pangeran Abdullah dan Pangeran Amir. Sebagai amanat dari Sultan, maka jang harus memangku djabatan sebagai pengganti ialah anak jang ke 2 jaitu Pangeran Abdullah. Oleh karena Pangeran Abdullah masih ketjil maka sebagai wali atau wakilnja ialah Pangeran Nata, ipar dari almarhum Sultan Tamdjidillah II.

Berebut tachta.

Oleh karena Pangeran Nata ingin tetap mendjadi Sultan, lalu timbullah niatan jang kurang baik jaitu memerintahkan untuk membunuh Pangeran Rahmad dan Pangeran Abdullah. Pangeran Amir rupanja telah mendengar desas-desusu tentang maksud Pangeran Nata ini, lalu ia minta diri untuk pergi hadji ke Mekkah dan permintaan ini diluluskan.

Pangeran Rahmad dan Pangeran Abdullah tidak sempat kemana-mana, mereka mendjadi kurban pamannja sendiri, sedang Pangeran Amir jang tadinja permisi untuk pergi hadji, padahal jang sebenarnja tidak demikian, melainkan lari pergi ke Pegatan untuk meminta pertolongan kepada Sultan Pegatan jang bernama Arung Trawe untuk merebut keradjaan almarhum ajahnja. Pangeran Nata setelah tetap mendjadi radja jang bergelar Sultan Tamdjidillah III, digelari oleh rakjat sebagai Penambahan Batu. Sementara itu saudara Sultan Tamdjidillah III jang bernama Pangeran Suria, setelah melihat siasat saudaranja jang demikian, hingga dapat menduduki keradjaan, maka timbullah pikirannja untuk membunuh saudaranja itu. Niatnja itu sajang, dapat ditjium oleh Sultan Tamdjidillah III, jang kemudian mengantjam hendak membunuh Pangeran Suria. Pangeran Suria sempat melarikan diri bersama-sama saudaranja jang lain jang bernama Pangeran Ahmad kedjurusan bagian Batang Alai serta mengumpulkan beberapa orang jang suka membantu mentjapai maksudnja.

Pada waktu itu Sultan Tamdjidillah III mempunjai sepuluh orang Menteri di Amuntai jang sangat setia kepadanja. Nama-nama mereka itu ialah: Datu Timbul, Abu, Kiaji Maja Tjitra, Bamail, Sutaperang, Subal, Wiralaksana, Masakat, Dipati dan Djulang. Kesepuluh Menteri tersebut mengusir pemberontak jang dipimpin oleh Pangeran Suria bersama Pangeran Ahmad sehingga sampai ketepi bagian Pasir.

Selandjutnja sebagai tanda terima kasihnja, maka Sultan memerintahkan anak tjutju dan turunan dari kesepuluh Menteri tersebut dibebaskan dari segala padjak negeri dan turunan dari Menteri-menteri itulah jang disebut anak-tjutju orang sepuluh. Kemudian sesudah itu oleh Sultan Tamdjidillah III lalu diadakan peraturan pembajaran uang kepala Rp. 1,- untuk tiap-tiap orang laki-laki jang dewasa dalam setahunnja.

Pada tahun 1787 Pangeran Amir jang lari ke Pegatan datang menjerang keradjaan Sultan Tamdjidillah III dengan membawa balatentaranja kira-kira 3000

365