Halaman:Kalimantan.pdf/380

Halaman ini tervalidasi

Antasari mendjadi Sultan, tetapi Pangeran Antasari sendiri menghendaki supaja Pangeran Hidajat didjadikan Sultan.

Setelah Residen mendengar kabar jang demikian itu, ia minta bantuan serdadu kepada pemerintahnja di Djakarta, jang kemudian pada tanggal 5 April 1859 lalu tiba sebuah kapal partikulir jang dilengkapi dengan sendjata dibawah pimpinan kapten Mensing, tetapi beberapa hari kemudian kapal itu dikembalikan, setelah didengar kabar bahwa pemberontakan agak berkurang.

Kabar jang disampaikan oleh Pangeran Mohd. Aminullah kepada Residen sangat menggembirakan hati Sultan Tamdjidillah, karena pada saat itulah suatu kesempatan jang baik untuk mendjatuhkan Pangeran Hidajat. Dengan demikian ditjarinja akal untuk mendatangi Pangeran Hidajat, serta menjatakan bahwa Residen sedang minta bantuan serdadu dan sendjata dari Djakarta untuk menangkap Pangeran Hidajat, dan diharapnja agar Pangeran Hidajat selekas mungkin melarikan dirinja dan meninggalkan Bandjarmasin.

Pada tanggal 28 April 1859 tiba-tiba terbitlah suatu pemberontakan jang dipimpin oleh Pangeran Antasari mengurung Pengaron jang selalu dipertahankan oleh Letnan Beekman, tetapi sekalipun serangan-serangan pasukan Pangeran Antasari tidak berhasil merebut benteng Pengaron, maka tjukuplah menggelisahkan hati orang-orang Belanda jang bekerdja pada tambang batu arang disitu. Pada penjerangan Antasari jang lam jaitu pada tanggal 29 April 1859 digunung Djabuk, pasukannja dapat menjerbu pada onderneming gubernemen jang baru dibukanja ditempat itu dan membunuh semua pegawai-pegawai bangsa Belanda.

Selandjutnja pada tanggal 30 April 1859 pemerintah di Djakarta mengirimkan sebuah kapal perang jang bernama „Ardjuno" dengan satu kompi serdadu Belanda dan Indonesia, lengkap dengan sendjatanja dibawah pimpinan Kolonel A. J. Andressen.

Setelah Kolonel Andressen berada di Bandjarmasin, Pangeran Hidajat mengirimkan surat-surat bukti jang didapatnja ditengah djalanan tempo hari jaitu surat dari Sultan Tamdjidillah, bahwasanja untuk membuktikan perlawanan rakjat kepada pemerintah itu, adalah perbuatan dan andjuran Sultan Tamdjidillah sendiri.

Pada tanggal 1 Mei 1859 para pekerdja bangsa Eropah pada tambang batu arang Juliana Hemine "dikampung Kalangan Sungai Durian dekat BanjuIrang telah habis dibunuh rakjat, hanja tinggal perempuan-perempuan dan anakanak jang dapat melarikan diri dan dengan pertolongan Pangeran Hidajat mereka itu dapat kembali ke Bandjarmasin dengan selamat.

Pada hari itu djuga jaitu tanggal 1 Mei 1859, datang pula sebuah kapal perang Belanda bernama „Tjipanas" dibawah pimpinan Kapten Ullman bersama 100 orang serdadu ke Martapura dengan maksud untuk mematahkan perlawanan rakjat. Tetapi malang bagi kapal tersebut karena kemudian mendapat kerusakan, sedangkan rakjat di Martapura sudah siap sedia dengan sendjata lengkap ditepi sungai untuk menggempur kapal Tjipanas itu. Pendaratan serdadu tersebut ke Martapura tidak dapat dilangsungkan, achirnja kapal itu mundur kembali dengan serdadu-serdadunja ke Bandjarmasin. Tambahan pula pendaratan waktu itu tidak mungkin dilakukan, pada saat rakjat sangat memuntjak amarahnja.

376