Halaman:Kalimantan.pdf/68

Halaman ini tervalidasi

Succes, dan mereka inilah jang merupakan modal jang paling besar untuk melandjutkan perdjuangan mentjapai kemenangan achir.
Reaksi luar negeri terhadap agressi militer jang kedua itu amat tadjam, sehingga Konperensi New Delhi dan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa mengetjam perbuatan Belanda sebagai satu perbuatan agressor. Dan dari dalam negeri sendiri timbul kebentjian terhadap Belanda, bahkan membawa akibat perlawanan dimana-mana, sedang dalam BFO jang beraliran kiri dengan terangterangan mentjela tindakan Belanda itu. Dalam "dewan" dan "negara-negara" bagian timbul pertentangan dan perpetjahan antara pro dan kontra Republik Indonesia. Ketjuali daerah Kalimantan Barat, maka daerah Kalimantan lainnja agak tjondong kepihak Republik. Sementara itu perhubungan antara Republik dan Belanda, sudah putus sama sekali; biarpun begitu formeelnja Komisi Tiga Negara masih mempunjai kompetensi untuk menemukan kedua belah pihak itu dalam satu perundingan.
Tetapi karena soal Indonesia sudah langsung mendjadi soal internasional, maka timbul ketjemasan dalam pihak pemerintah Belanda sendiri, sedang usahanja untuk menjerahkan kedaulatan kepada bangsa Indonesia, jang mestinja harus sudah dilakukan pada tanggal 1 Djanuari 1949 harus ditunda sampai keadaan pulih kembali. Memang ada usaha Belanda untuk menjerahkan kedaulatan itu hanja kepada satu pihak sadja, misalnja kepada pemerintahan peralihan, akan tetapi apakah jang demikian itu akan dapat dilangsungkan, padahal Republik Indonesia jang mendjadi faktor terpenting dalam soal penjerahan kedaulatan itu tidak ikut serta.
Apakah BFO akan begitu berani untuk menerima kedaulatan itu zonder Republik Indonesia, sekalipun jang demikian ini pernah dinjatakannja, bahwa perdjuangan BFO berdjalan terus, met of zonder Republik Indonesia. Dan kesempatan sekarang ini memang terbuka seluasnja, baik bagi Belanda sendiri, maupun bagi kaum federalis umumnja untuk menerima penjerahan kedaulatan, djustru pada saat Pemerintah Republik Indonesia sudah tidak ada lagi, menurut anggapan pihak Belanda sendiri. Keadaan jang demikian inilah jang menjebabkan perpetjahan dalam kalangan BFO dan dalam kalangan pemerintah Belanda sendiri, baik jang di Indonesia, maupun jang di Nederland. Ini diketahui karena soal Republik Indonesia sudah mendjadi atjara dunia internasional jang tidak mungkin ditarik kembali.
Sebagai bukti daripada perpetjahan ini, ialah berhentinja Wakil Tinggi Mahkota Belanda Dr. Beel dan adanja perpetjahan antara golongan Shermerhorn disatu fihak dan golongan Stikker dilain fihak. Oleh karena itu dalam BFO, karena dorongan jang kuat dari golongan kiri jang masih memandang Republik Indonesia sebagai faktor jang terpenting dalam mentjapainja kemerdekaan, berusaha untuk mendekati pemerintah Republik, baik mereka jang ada di Bangka, maupun di Prapat.

Ketua BFO Sultan Hamid dari Kalimantan Barat telah mengadakan perhubungan surat-menjurat dengan Wakil Presiden Hatta, dalam mana dinjatakan kehendak BFO untuk merundingkan soal-soal jang tumbuh sekarang ini. Sikap pernjataan kompromi dari pihak BFO dan Republik, baru dalam tingkat informeel dan sampai kemana usahanja untuk melaksanakan suatu perundingan dalam tingkat formeel masih merupakan tanda-tanja, karena tidak sadja sikap dari

64