Halaman:Kalimantan.pdf/70

Halaman ini tervalidasi

Agaknja Belanda akan berdjalan sendiri dengan kaum federalis untuk melangsungkan KMB, karena baginja hal jang sedemikian ini amat penting, sedang pemerintah federal jang dianggap resmi mewakili hanja tiga bagian Indonesia akan dapat menerima penjerahan kedaulatan itu. Orang hanja ingin melihat sampai kemana kesanggupan Belanda dan BFO untuk menjerahkan kedaulatan. Tetapi kadaan dan perkembangan politik di Indonesia berdjalan amat tjepatnja, apa jang dirasakan baik untuk hari kemarin, maka sudah tidak dapat dipergunakan untuk hari ini. BFO berubah sikap mau mengadakan kontak resmi dengan Pemerintah Republik, sedang Republikpun bersedia untuk mengadakan perundingan BFO atas sjarat-sjarat jang tertentu. Siasat Republik ialah akan mempergunakan BFO untuk mendesakkan kepada Belanda supaja menerima sjarat-sjarat Republik kembali ke Jogja dan kemudian KMB dan selandjutnja. Pada mulanja BFO tidak dapat menerima sjarat-sjarat itu, karena chawatir dengan Belanda, akan tetapi pihak jang ingin melihat Republik Indonesia kembali ke Jogja, jang terdiri dari golongan progressip dalam BFO menjetudjui sjarat-sjarat Republik itu.

Utusan-utusan dari „Dewan Bandjar" jang turut dalam mentjari kontak dengan pihak Republik, tidak ingin meninggalkan Republik dalam perdjuangan KMB, karena Republiklah jang sebenarnja mendjadi titik berat perhatian dunia internasional sekarang ini, dan bagaimana mungkin BFO dapat diterima penjerahan kedaulatan, sedang sebagian besar rakjat Indonesia berdiri dibelakang Republik? Siapakah jang akan bertanggung-djawab terhadap djalannja sedjarah nanti, apabila jang demikian ini akan terdjadi djuga?

Pertanjaan-pertanjaan inilah jang menimbulkan kesangsian terhadap BFO, lebih-lebih bagi golongan jang pro Republik. Dan karena bagian terbesar dalam BFO menghendaki supaja Republik kembali ke Jogja, dan akan menjampaikan saran dan usul-usul itu kepada pemerintah Belanda, maka dalam perkisaran keadaan dan perkembangan politik dalam negeri jang demikian tegang dan runtjing, maka achirnja Belanda bersedia sjarat-sjarat jang diadjukan Republik itu, dengan tjatatan, bahwa Republik harus djuga bersedia untuk mendjadi negara bagian dalam NIS jang akan dibentuk.

Dalam pertengahan Djuni 1949, Republik Indonesia kembali keibu-kota semula. pemerintah Belanda mendjilat ludahnja kembali mengakui adanja Pemerintah dan Negara Republik. Sementara itu kesibukan nampak dalam Republik, sedang dalam BFO djuga ada kesibukan, karena datangnja usul mosi dari delegasi Indonesia Timur dan bagian lainnja supaja mendahului mengadakan perundingan antara Indonesia, sebelumnja berangkat mengundjungi KMB. Aktiviteit dari Republik-BFO ini tidak diinsjafi oleh Belanda, karena Belanda repot dengan penarikan mundur tentaranja dari seluruh daerah Republik (Renville).

Demikianlah perundingan dilangsungkan di Jogja dan Djakarta antara Bangsa Indonesia sendiri, dan dalam perundingan itu Republik telah dapat menginsjafkan pihak BFO, bahwa jang berunding di Medja Bundar hanjalah dua partai sadja, jaitu antara Indonesia dan Belanda. Djadi tidak tiga partai seperti jang dikehendaki Belanda, Republik-Belanda-BFQ. Pendirian Republik ini diterima oleh BFO, dan sedjak itu ketegangan politik agak kendur.

66