Halaman:Kalimantan.pdf/75

Halaman ini tervalidasi

melaksanakan tjita-tjita negara mengusahakan perbaikan nasib seluruh rakjat. Dengan tergabungnja daerah Kalimantan dan sambil menanti susunan jang diinginkan rakjat, maka salurkanlah segala keinginan itu tidak sadja untuk mengisi kemerdekaan dan kekurangan-kekurangan di Kalimantan ini, melainkan djuga membantu Pemerintah Republik daerah ini untuk mengembalikan keadaan sebagaimana mestinja.


Beberapa hari setelah penggabungan itu ditanda-tangani oleh Presiden Sukarno, maka pada tanggal 14 April 1950 pemerintah Republik telah menempatkan Dr. Murdjani selaku Wakil Pemerintah Pusat RI untuk mendjalankan pemerintahan daerah Kalimantan. Sedjak hari itu semua dewan perwakilan daerah serta madjelis pemerintah daerah Bandjarmasin, Dajak Besar dibubarkan. Untuk melaksanakan segala pekerdjaan pemerintah, sebelum ada ketetapan dari pemerintah pusat, maka oleh Wakil Pemerintah telah ditundjuk Winarno selaku Residen Kalimantan Selatan.


Sambil menunggu tersusunnja kembali dewan-dewan perwakilan baru menurut Undang-undang RI, dibentuk dewan perwakilan darurat jang selandjutnja akan menjusun dewan pemerintah darurat. Tetapi apa jang telah mendjadi keinginan pemerintah untuk menstabiliseer pemerintahan daerah menurut sjarat-sjarat demokratis, maka pemerintah terbentur kepada beberapa kenjataan jang amat pahit, jang harus dihadapinja dengan perasaan dan tanggung-djawab jang besar. Pemerintah harus dapat mengatasi segala matjam kesulitan. Kesulitan sebagai akibat daripada penggabungan dan pembubaran dewan daerah, dan peristiwa-peristiwa lainnja. Kalau dalam masa jang lalu rakjat Kalimantan senantiasa mendesak untuk minta mendjadi daerah bagian RI, mempertahankan dasar negara kesatuan, menta'ati proklamasi, adalah karena kemerdekaan jang telah ditjapai sekarang ini bagi daerah Kalimantan belum dapat memberikan djaminan dan kepuasan bagi rakjat, jang selama pendjadjahan Belanda hidup tertekan dan haus kemerdekaan.


Salah satu faham jang mempengaruhi masjarakat setelah adanja penggabungan itu, adalah tidak mengakui segala alat-alat, instansi dari bekas daerah federal. Lebih-lebih kepada perseorangan jang dengan sengadja menekan perdjuangan merebut kemerdekaan, dimana setelah kemerdekaan dan kedaulatan berada dalam tangannja bangsa Indonesia, maka alat-alat dan instansi dari zaman kolonial itu ternjata kini dipelihara dan dibutuhkan. Faham jang demikian ini masih berurat berakar mempengaruhi alam pikiran sebagian besar pedjuang dan pemimpin, sebagai landjutan tafsiran dari proklamasi kemerdekaan. Dengan faham inilah, maka segala matjam tjorak jang berbau RIS tidak mendapat penghargaan sebagaimana mestinja, djika dibandingkan dengan penghargaan jang besar terhadap Republik Indonesia jang dasar-dasarnja sedjak semula mempengaruhi djiwanja.


Djustru karena itulah rakjat Kalimantan sebagiannja lalu mentjari dan menempuh djalan sendiri jang dirasanja baik, asal sadja hasrat jang bergelora itu pulih kembali dan merasa puas. Dari pihak pemerintah daerah dan dewannja, meski dibentuk dalam zaman kolonial Belanda, akan tetapi sebagian orang menganggap representatief menurut tata-hukum jang sah dan merasa bertanggung-djawab untuk menjelenggarakan daerahnja, selalu berusaha untuk memenuhi hasrat dan memberikan kepuasan pada rakjat Kalimantan.

71