Halaman:Kalimantan.pdf/79

Halaman ini tervalidasi

Sedang federaal overleg atau konperensi „Wali-wali Negara” itu, adalah suatu konperensi jang tidak atas initiatief pemerintah Belanda, melainkan atas andjuran NIT, Pasundan jang hanja dihadiri oleh pemerintah harian masingmasing „negara” dan „daerah”. Konperensi federaal overleg itu ternjata telah menelurkan suatu resolusi jang sebenarnja tidak akan menjenangkan kedua belah pihak.


Sebagaimana diketahui adanja isi resolusi itu semata-mata ditudjukan kepada pemerintah Belanda sebagai tuntutan jang kepada pemerintah Republik Indonesia disampaikan sebagai suatu pemberitahuan. Sebenarnja resolusi itu pada waktu itu telah diumumkan dengan luas, jang diberi komentar „met of zonder Republik” federalisten tersebut akan berdjalan terus, meskipun hal ini tidak diketahui oleh federaal overleg sendiri, dan ketika memberikan keterangan dihadapan Letnan Gubernur Djenderal Van Mook, resolusi itu tidak ditambah dan tidak pula dikurangi, sebagaimana jang telah disampaikan.


Ketika utusan „dewan Bandjar” menjampaikan resolusi kepada Pemerintah Republik Indonesia, maka Pemerintah Republik dengan sikap jang tegas tidak dapat menerima resolusi sematjam itu, sekalipun Republik dapat menghargai usaha-usaha dari mereka jang mungkin dalam perdjuangannja memihak kepada Republik Indonesia. Sebagai akibat daripada resolusi tersebut, timbul beberapa pertanjaan jang datangnja dari sebagian anggauta „dewan Bandjar”, dengan hak apakah pengurus harian bertindak membubuhi tandatangannja dalam resolusi jang diambil oleh konperensi „Wali-wali Negara” di Bandung itu, padahal mereka hanja pengurus harian untuk sementara waktu sadja?


Pada hakekatnja konperensi federal itu semata-mata ditudjukan kepada pemerintah Belanda, dan bukan kepada Republik Indonesia, dan oleh karena itu, maka pengurus harian mempunjai tanggung-djawab jang penuh terhadap „dewan Bandjar”. Ketika „dewan” membitjarakan resolusi Bandung itu, maka dalam pemungutan suara ternjata ada perimbangan, sekalipun golongan jang pro Republik Indonesia kalah suara, namun sikap jang ditundjukkannja dalam „dewan Bandjar” ditengah-tengah kekuasaan Belanda membuktikan suatu sikap jang patut dipudji.


Pihak federalis jang menggoalkan resolusi Bandung itu, seakan-akan mempunjai pendirian dan maksud supaja Komisi Tiga Negara dikesampingkan, djangan turut-tjampur lagi dalam persoalan Indonesia-Belanda. Bagi mereka isi resolusi itu adalah merupakan batu lontjatan, djendjang jang utama, sehingga ia mendjadikan perintis djalan dalam pemerintahan Indonesia Serikat jang merdeka dan berdaulat.


Mereka tetap berpengharapan ingin mentjari djalan keluar daripada kesulitan jang dihadapinja, dan menganggap, bahwa resolusi Bandung itulah djalan satu-satunja jang harus dilalui. Itulah pula sebabnja djika Republik Indonesia dalam mempertahankan prinsip politiknja terhadap Dewan Keamanan UNO, sehingga tidak dapat menerima resolusi tersebut. Meskipun pada hakekatnja resolusi itu seakan-akan meninggalkan Republik Indonesia, tetapi tidak menjimpang dari apa jang dikehendaki oleh rakjat Indonesia, baik jang ada didaerah Republik, maupun jang diam dalam daerah federasi.

75