Halaman:Kalimantan.pdf/90

Halaman ini tervalidasi

orientasi ke Indonesia sendiri, sehingga perkara ini bukan satu alasan membenarkan adanja satu propinsi untuk Kalimantan Barat.

Perhubungan dengan kapal tidak akan mempunjai kemungkinan, sehingga perhubungan dengan laut harus dilakukan via Djakarta dan Surabaja

Disinilah terdapat warisan buruk dari „vrachten politik KPM", jang pada waktu sekarang inipun kurang memperhatikan kepentingan umum dan hanja ditudjukan kepada keuntungan maskapai sendiri. Dan keadaan jang mengetjewakan ini tidak hanja mengenai hubungan antara Bandjarmasin dengan Kalimantan Barat, melainkan djuga antara tempat-tempat jang berdekatan, jang tidak mendapat tjukup pelajanan dari KPM.

Keberatan ini tentunja mengenai djuga hubungan antara Pontianak dengan beberapa tempat di Kalimantan Barat, sehingga bukan suatu soal mengenai adanja satu atau beberapa propinsi, melainkan pelajanan kepentingan perdagangan nasional oleh KPM. jang dahulu diberi monopoli sampai pelajaran-perahu Indonesia lumpuh dan sekarang – sesudah pelajaran Indonesia itu lumpuh – tidak mau atau tidak sanggup memenuhi kewadjibannja.

Dimana Undang-undang Dasar Negara Kesatuan sendiri dalam pasal 132 telah menjatakan dengan tegas, bahwa jang diberikan kepada daerah-daerah itu memang adalah otonomi seluas-luasnja untuk mengurus rumah-tangganja sendiri dan perkembangan otonomi ini terutama dilapangan ekonomis hanja mungkin djika untuk Kalimantan diadakan suatu planning pembukaan setjara besar-besaran, dan pembukaan ini hanja dapat effectief djika pada permulaannja diperhatikan dan diwudjudkan oleh suatu instansi sentral jang meliputi seluruh Kalimantan, djelas pulalah sudah, bahwa pada permulaan, sampai saatnja politik pembukaan Kalimantan telah ditetapkan dan dikerdjakan, sebaiknja seluruh Kalimantan didjadikan satu propinsi sadja.

***


Propinsi Kalimantan.

Pada masa sebelum perang bagian pulau Kalimantan jang termasuk pemerintah Hindia Belanda dahulu terbagi dalam dua keresidenan jang berkedudukan „gewest", jakni keresidenan ,Westerafdeling van Borneo" dengan ibu-kota Pontianak, dan keresidenan-gewest „Zuide en Oosterafdeling van Borneo" dengan ibu-kota Bandjarmasin. Dalam masa menghadapi bestuurshervorming, jang dikehendaki pasal 119 s/d 122 dari „Indische Staatsregeling" dahulu telah mulai njata keharusan mendirikan suatu kesatuan pemerintahan untuk seluruh Kalimantan. Permulaan perwudjudannja ditjapai dengan lahirnja gubernemen (pemerintahan administratip jang bukan daerah otonom) Borneo dengan Staatsblad 1938 No. 68 jang tetap terdiri dari dua keresidenan, jakni „Wersterafdeling" dan Zuider en Oosterafdeling"; keresidenan terachir formil diperintah langsung oleh Gubernur jang berkedudukan di Bandjarmasin, akan tetapi dalam prakteknja pemerintahan ini didjalankan oleh seorang Residen ter beschikking, jang sebelumnja tidak ada di Kalimantan.

Pendudukan oleh Tentera Djepang membawa perpisahan dalam tiga keresidenan, jakni Kalimantan Barat dengan ibu-kota Pontianak, Kalimantan Selatan dengan ibu-kota Bandjarmasin dan Kalimantan Timur dengan ibu-kota Sama-

86