Halaman:Kembali kepada Undang-undang dasar 1945.pdf/226

Halaman ini tervalidasi

tanggal 5 Desember 1958, di Djakarta pada tanggal 15 Djanuari 1959 dan di Bogor lagi pada tanggal 26 Djanuari 1959.

 Dalam permusjawaratan-permusjawaratan itu timbullah kejakinan baik pada Presiden maupun pada Pemerintah, bahwa Konsepsi konsepsinja sukar diselenggarakan dengan tepat diatas dasar Undang-undang Dasar Sementara 1950 jang berlaku sekarang.

 Maka untuk menjelenggarakan Konsepsi-konsepsi termaksud Presiden dan Pemerintah jakin bahwa Undang-undang Dasar 1945 lebih mendjamin terlaksananja prinsip demokrasi terpimpin, untuk kegunaan normalisasi keadaan, demi keselamatan Negara dan Masjarakat Republik Indonesia.

 Dari uraian saja tadi, djelaslah kiranja, bahwa putusan Dewan Menteri tertanggal 19 Pebruari 1959, jang diambil lebih dari 3 minggu sesudah pertemuan ketiga antara Presiden dan Dewan Menteri, dan jang perumusannja setjara formil disetudjui oleh Presiden pada tanggal 20 Pebruari 1959, diambil setelah dimusjawaratkan semasak-masaknja, disusun dalam suasana saling menjedari keadaan, dan merupakan suatu permufakatan jang menurut kejakinan bersama Presiden dan Pemerintah harus dilaksanakan sebagai pangkal bertolak untuk mentjapai kestabilan politik jang sangat diperlukan oleh Negara dan Masjarakat guna melaksanakan pembangunan semesta.

 Dari pendjelasan diatas teranglah kiranja, bahwa sekalipun demokrasi terpimpin nampaknja diutamakan sedjak semula, namun sebagai landasannja sedjak semula pula senantiasa dikemukakan dikembalikannja djiwa dan semangat 17 Agustus 1945 jang diwudjudkan dalam bentuk Undang-undang Dasar 1945, berisi tjita-tjita Bangsa Indonesia, jang diperdjoangkan dan disempurnakan semendjak Hari Kebangkitan Nasional.

 Maka dari itu menurut pendapat Pemerintah dalam andjurannja demokrasi terpimpin dalam rangka kembali kepada melaksanakan „Undang-undang Dasar 1945” kedua-duanja, Undang-undang Dasar 1945 dan demokrasi terpimpin adalah dalam satu keseluruhan jang tidak dapat dipisah-pisahkan.

 Dan djustru karena persoalan ini tidak bersifat hanja exekutif sadja, tetapi terlebih-lebih konstitusionil, maka Pemerintah mem-

220