Halaman:Kembali kepada Undang-undang dasar 1945.pdf/240

Halaman ini tervalidasi

 Didalam Amanat Presiden pada tanggal 22 April jang baru lalu selandjutnja diberikan definisi mengenai „demokrasi terpimpin”.

 Adalah maksud Pemerintah sedjak semula untuk meletakkan rumusan tersebut dalam kaidah-kaidah hukum, dalam bentuk pelbagai Undang-undang, diantaranja Undang-undang tentang Kepartaian, Undang-undang tentang Susunan Dewan Perwakilan Rakjat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dan lain-lain, jang rantjangan-rantjangannja akan disampaikan pada waktunja kepada Dewan Perwakilan Rakjat.

 Dalam Undang-undang tadi kemudian akan ditundjuk pula instansi-instansi manakah jang berwenang menentukan, apakah batas-batas jang ditentukan dalam rangka pelaksanaan prinsip demokrasi terpimpin, dilanggar atau tidak.

 Memang demikianlah seharusnja berlaku dalam suatu Negara Hukum, jang djelas tidak hanja diperdjuangkan oleh satu golongan sadja, tetapi oleh kita sekalian, dan jang tertjantum setjara tegas dalam Pendjelasan atas pasal 1 Undang-undang Dasar 1945: „Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat)”. Keterangan ini ditudjukan djuga kepada Anggota jang terhormat Saudara J.T.C. Simorangkir jang menanjakan soal istilah „negara hukum” didalam Undang-undang Dasar 1945.

 Saudara Ketua,

 Sudah beberapa waktu lamanja Pemerintah mendjalankan ichtiar-ichtiar, jang menurut pendapat Anggota jang terhormat Saudara Asmara Hadi adalah lebih tepat, apabila dilakukan dalam rangka pelaksanaan prinsip demokrasi terpimpin.

 Diantara usaha-usaha jang dimaksud oleh Pembitjara jang terhormat tersebut dapat disebut usaha pembentukan Dewan Perantjang Nasional sebagai suatu usaha pokok kearah mentjapai tjita-tjita masjarakat adil dan makmur dan pelaksanaan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, usaha untuk lebih meng-effisiensikan aparatur Negara, jang telah dimulai dengan menggunakan djasa-djasa Lembaga Administrasi Negara.

234