Halaman:Kembali kepada Undang-undang dasar 1945.pdf/49

Halaman ini tervalidasi

 Unsur golongan fungsionil sebagai alat demokrasi, disamping unsur kepartaian, perlu kita akui, karena kita pun harus mengadakan penggolongan warganegara Indonesia menurut tugas pekerdjaannja dalam lapangan produksi dan djasa dalam melaksanakan pembangunan masjarakat jang adil dan makmur, sesuai dengan tjita-tjita Bangsa Indonesia.

 Kedudukan golongan fungsionil telah mendapat pengakuan jang sah dengan adanja Undang-undang No. 80 tahun 1958 tentang Dewan Perantjang Nasional.

 Mengingat pentingnja kedudukan golongan-golongan fungsionil itu didalam masjarakat, maka ada sewadjarnja apabila mereka dimasukkan bersama wakil partai-partai, dalam Dewan Perwakilan Rakjat, Dewan Pertimbangan Agung dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat.

 Untuk menjesuaikan Undang-undang Pemilihan Umum dengan keadaan sekarang, dan dalam pada itu melaksanakan pemasukan golongan-golongan fungsionil itu kedalam Dewan Perwakilan Rakjat, maka pada tanggal 27 Mei 1958 Pemerintah telah membentuk suatu Panitia ad hoc baru urusan Pemilihan umum, jang diberi tugas merantjangkan bagi Dewan Menteri sebuah Undang-undang untuk menjempurnakan Undang-undang No. 7 tahun 1953.

 Bertalian dengan itu dan untuk menjederhanakan sistim kepartaian, bukan untuk membubarkan partai-partai, dibentuklah pula suatu Panitia ad hoc lain untuk merantjangkan bagi Dewan Menteri sebuah Undang-undang tentang Kepartaian.

 Soal memasukkan golongan-golongan fungsionil kedalam Dewan Pertimbangan Agung dan Madjelis Permusjawaratan Rakjat dapat diatur nanti dalam Undang-undang tentang susunan kedua Badan itu, jang harus dibuat sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal 16 dan 2 Undang-undang Dasar 1945.

 Keenam: Parallel dengan demokrasi terpimpin, maka kebidjaksanaan ekonomi terpimpin didasarkan pasal 33, asal tjukup didjelaskan nanti oleh perumusan-perumusan Dewan Perantjang Nasional.

43