„Pedoman” — Djakarta:
Pak Dirman meninggal.
Berita meninggalnja Pak Dirman, Kepala Staf A.P.R.I.S., dan dulu Panglima Besar T.N.I., datangnja sungguh pada saat jang sangat sulit bagi angkatan perang seluruhnja, dan terutama di Djawa Barat. Dimana gerakan Westerling menduduki Bandung masih baru seminggu liwatnja, dan buntutnja kedjadian-kedjadian masih belum kelihatan sama sekali, angkatan perang R.I.S. masih sedang menghadapi keadaan jang minta segala perhatiannja dan segala tenaganja. Anggota-anggota angkatan perang, dan umumnja masjarakat Indonesia, masih berkabung mengingat korban-korban pertempuran di Bandung, dan kini datang lagi udjian berat baginja, dengan meninggalnja Pak Dirman. Pak Dirman mempunjai popularitet jang luar-biasa dikalangan anak buahnja. Apalagi, karena selama masa-gerilja itu, Pak Dirman, jang sudah sakit pajah masih sanggup djuga mengikuti anak
|
buahnja dipeperangan gerilja, sehingga penjakitnja jang berbahaja itu mendjadi bertambah pajah. Dengan wadjahnja jang kurus putjat itu Pak Dirman seakan-akan mendapat kedudukan jang legendaris. Kini Pak Dirman sudah tidak ada lagi. Dan djusteru dimana anak-anak buahnja sedang menghadapi udjian jang sangat berat. Kita mengerti reaksi pertama atas berita tersebut adalah rasa kekosongan, rasa kehilangan, bahkan sedikit putus-asa, karena pemimpin jang populer itu tidak ada lagi. Tapi kita jakin, Pak Dirman sendiri tidak menghendaki anak-anaknja merasa kosong. Kita jakin, kehormatan paling besar, jang bisa diberikan Pak Dirman dan jang paling dihargainja ialah, bahwa kita semua, dan chususnja para anggauta angkatan perang, tetap melakukan kewadjiban kita terhadap bangsa dan masjarakat. |
„Indonesia-Raya” — Djakarta
Tradisi ksatria jang dapat dibikin tjontoh!
Panglima Soedirman telah meninggalkan kita. Hanja penulis riwajat nanti jang dapat memberikan tempatnja jang sebenarnja bagi Panglima Soedirman didalam sedjarah peperangan kemerdekaan bangsa Indonesia melawan pendjadjah Belanda. Tapi satu hal sudah terang. Panglima Soedirman dengan serba kekurangan dan kelebihannja sebagai manusia Soedirman dan sebagai djenderal, telah meletakkan dasar satu tradisi jang gi- lang-gemilang bagi para perwira dan peradjurit Indonesia. Tradisi ksatria Indonesia jang dapat dibikin mendjadi tjontoh, terutama pula bagi pemimpin-pemimpin jang suka menjebut diri pemimpin perdjuangan untuk rakjat. Dia telah menundjukkan keteguhan, kekuatan, kebesaran dan keberanian djiwanja dalam dua kali peperangan melawan pendjadjah Belanda. Terutama ketika perang jang kedua kalinja petjah, pada tanggal 19 Desember tahun 1948. Waktu itu dia sedang sakit keras. Tidak ada jang lebih mudah bagi Soedirman ketika itu untuk memilih djalan seperti jang diambil oleh Soekarno dan Hatta. Djalan jang djuga dipilih oleh kepala staf T.N.I. waktu itu, komodore Suriadarma. Jaitu menunggu dan membiarkan diri ditahan Belanda.
|
Tetapi Djenderal Soedirman memperlihatkan, bahwa dia memegang teguh sumpah tentara. Dalam sakit dia keluar, ditandu oleh anak-anaknja. Tidak ada berita jang lebih mengangkat tinggi semangat perlawanan tentara dan rakjat Indonesia, dikala itu, ketika mendengar, bahwa Soedirman meneruskan perdjuangan melawan Belanda. Semangat rakjat jang sebentar terkedjut mendengar berita Jogja djatuh dan Soekarno-Hatta c.s. ditangkap Belanda lalu bangun kembali. Kita merasa sajang Panglima Soedirman telah pergi tepat pada saat kesempatan-kesempatan besar terbuka untuk membangunkan angkatan perang jang sungguh-sungguh djaja dan modern untuk Indonesia. Sebaliknja kita jakin, bahwa tradisi jang telah ditanamkan Soedirman akan hidup terus dan akan lebih berkembang. Satu tradisi, dimana pemimpin mendahului dan ikut menanggung penderitaan perdjuangan dengan pasukan-pasukan jang dipimpinnja. Tradisi ksatria Indonesia jang agung. Tradisi jang boleh ditjontoh oleh banjak pemimpin lain jang sekarang duduk dipuntjak mertju pemerintahan negara. Moga-moga Tuhan melapangkan arwah ksatria ini diachirat. |
20