Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/112

Halaman ini tervalidasi

Kesediaan tokoh untuk menerima keadaan yang menimpa dirinya dan ikatan sosial yang harus dijalaninya juga terlihat dalam novel Karena Mentun, seperti tergambar dalam kutipan berikut ini.

“Apa boleh buat,” keluhnya. “Bagaimana jua pun kasih dan hormatku kepada ibuku, dan bagaimana jua pun cintaku pada negeri tempat aku lahir ke dunia, tetapi perbuatan dan perasaan ibuku sebagai mentua terhadap kepada istriku, yang dipandangnya bukan menantu kandungnya-karena tidak sekampung dengan dia?-dan adat-istiadat orang kampungku yang suka mencampuri hal-ihwal rumah tangga orang lain, tidaklah yang terderitakan olehku..."(Iskandar, 2002:235).

Kutipan itu memperlihatkan kebesaran hati Marah Adil menerima perlakuan ibu mertuanya, Kecintaan pada istri dan keinginan untuk melepaskan istrinya dari bahaya, akhirnya mendorong Marah Adil untuk melepaskan istrinya dan melupakan cita-cita hidupnya dengan Ramalah. Pada dasarnya ia tidak rela dengan kenyataan yang terjadi, tetapi ia harus menerimanya dengan lapang dada. Apa yang menjadi keyakinannya, pada kenyataannya tidak sesuai dengan pandangan orang lain, dalam hal ini mertuanya. Konsep rasa yang ada dalam dirinya telah membawanya pada putusan yang meskipun sakit, harus dijalaninya.

Novel Merantau ke Deli, Salah Asuhan, Karena Mentua, Kalau Tak Untung, Salah Pilih, dan Pertemuan memaparkan pentingnya konsep periksa dalam menjalani pergaulan hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Konsep periksa tersebut hertungsi sebagai pengontrol ambisi pribadi tokoh yang berkeinginan untuk mengangkat harga dirinya. Sistem kekerabatan yang berstelsel matrilineal yang menempatkan perempuan dalam posisi vang lebih beruntung dari laki-laki, mendorong seorang laki-laki Minang untuk merantau. Dilema yang umumnya dihadapi oleh laki-laki Minang adalah di

100