Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/115

Halaman ini tervalidasi

Keputusan Leman untuk mengawini wanita sekampungnya akhirnya menghancurkan dirinya sendiri karena Leman kurang periksa dalam dua hal. Pertama, ia tidak memikirkan untung ruginya jika memiliki istri dua orang sekaligus. Usahanya tidak akan berhasil jika harus membiayai dua orang istri sekaligus. Kedua, usahanya pasti bangkrut karena wanita sekampungnya biasanya bersifat konsumtif dan boros. Tidak seperti Poniem, wanita Jawa yang dikawininya, yang telah menyerahkan hidup matinya pada Leman. Hartanya adalah harta Leman juga. Ia akan mengorbankan apa saja demi kebahagiaan rumah tangganya.


"Abang....! Perniagaan kita harus diperbesar segala barang-barang ini kita jual kembali kepada saudagar emas, kita jadikan uang. Dengan barang ini kita berniaga, kita perbaiki perniagaan kita. Jangan Abang pandang juga aku sebagai memandang isteri dari kampung Abang sendiri, yang hidupnya senang dan sawah ladangnya banyak, yang cukup kaum kerabatnya. Mari kita hidup.....berdua.... tumpahkan kepercayaanmu kepadaku, kepercayaan yang tiada berkulit dan berisi, kepercayaan yang tulus, sebagai kepercayaanku pula terhadap abang. Pakailah barang ini, perniagakanlah, dia adalah hak milikmu, sebagai diriku sendiripun hak milikmu juga" (Hamka, 1977:35).


Tidaklah kelihatan benar sedihnya, lantaran pertukaran nasibnya itu. Mariatun tidaklah sedih benar. Sebab sudah ada pergantungan harapan, yaitu rumah dan sawah setumpak hasil perjalanan yang dahulu. Barang emaspun telah ada pula. Sekarang biar surut ke bawah duhulu. Kelak kalau berhemat tentu akan dapat pula sebagai dahulu kembali. Apalagi petua Guru telah ada; dunia itu sebagai roda pedati, sekali turun sekali naik; mendapat janganlah terlalu harap, rugi janganlah terlalu cemas (Hamka, 1977:116).103