Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/143

Halaman ini tervalidasi

Rumah lima ruang tiga leret, bergondjong seperti tanduk kerbau, beratap idjuk, berdinding papan, dan berdjandjang batu, terdiri tidak djauh dari djalan raja. Pinggir atapnja jang terikat dengan timah putih diantara sedjari-djari, dinding papannja jang berukir, dan dua buah lumbung jang terdiri dihalamannja, menjatakan kepada jang melihatnja, bahwa orang jang tinggal dalam rumah itu, ialah orang jang hartawan. Dekat tangganja ada sebuah kolam ketjil berisi air, tempat orang membasuh kakinja, sebelum naik rumah itu. Itulah rumah-tangga orang tua Masri (Pamuntjak, 1961:25).

Di awal cerita Tenggelamnya Kapal van der Wijck terlihat dengan jelas bagaimana pengarang menggambarkan seluk-beluk kota Mengkasar (Makasar), seperti terlihat dalam kutipan berikut ini.

Di waktu senja demikian, kota Mengkasar kelihatan hidup. Kepanasan dan kepayahan orang bekerja siang, apabila telah sore diobat dengan menyaksikan matahari yang hendak terbenam dan mengecap hawa laut, lebih-lebih lagi bila suka pula pergi makan angin ke jembatan, yaitu panorama yang sengaja dijorokkan ke laut, di dekat benteng kompeni (Hamka, 2002:3).

Sebelah timur adalah tanah lapang Karibosi yang luas dan dipandang suci oleh penduduk Mengkasar. Menurut takhyul orang tua-tua. bilamana hari akan kiamat, Kara Eng Data akan pulang kembali, di tanah lapang Karibosi akan tumbuh tujuh batang beringin dan berdiri tujuh buah istana, persemayaman tujuh orang anak raja-raja, pengiring dari Kara Eng Data, jauh di darat kelihatan berdiri dengan teguhnya Gunung Lompo Batang dan Bawa Kara Eng yang hijau nampak dari jauh (Hamka, 2002:4).

131