Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/58

Halaman ini tervalidasi

matahari, ada bulan, ada bumi, ada bintang, ada siang, ada malam, ada pagi, ada petang, ada timur, ada barat, ada utara, ada selatan, ada api, ada air, ada tanah, ada angin. Semua unsur alam yang berbeda kadar dan perannya itu saling berhubungan, tetapi tidak saling mengikat, saling berbenturan, tapi tidak saling melenyapkan, dan saling mengelompok, tapi tidak saling meleburkan. Unsur-unsur itu masing-masing hidup dengan eksistensinya dalam suatu harmoni, tetapi dinamis sesuai dengan dialektika alam yang mereka namakan bakarano bakajadian (bersebab dan berakibat).

Kutipan itu memperlihatkan kepada kita bahwa orang Minang memiliki kecenderungan untuk hidup dalam alam pikiran yang penuh dengan konflik, Konflik tersebut terjadi antara hal yang saling berhubungan dan tidak mengikat, konflik antara saling berbenturan dan tidak saling melenyapkan, harmoni dan dinamika. Alam yang diibaratkan sebagai kehidupan manusia dalam masyarakatnya memberi kebebasan pada tiap-tiap individu untuk mempertahankan eksistensi dalam perjalanan hidupnya.

Lembaga berkewajiban menjaga eksistensi tersebut. Demikian juga sebaliknya, setiap individu berkewajiban juga memelihara eksistensi lembaganya. Di sinilah konsep harmoni terlihat sehingga terjalinlah keselarasan hidup di antara sesama lembaga, sesama individu, antara lembaga dan individu, serta sebaliknya, Namun, harus disadari bahwa unsur-unsur tersebut memiliki perbedaan dalam kadar dan perannya. Oleh sebab itu, mereka tidak dapat bersatu dengan yang lain, tetapi akan tetap sama dengan yang lain. Masing-masing menjadi satu untuk bersama dan masing-masing menjadi sama untuk bersendiri-sendiri, Dinamika harmoni seperti itulah yang menjadi inti dari falsafah hidup orang Minang.