Halaman:Konflik; Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940.pdf/68

Halaman ini tervalidasi

sampai diketahui oleh orang lain. Siapa yang menyampaikan dan menceritakan aib keluarga atau kerabat kepada orang lain dicap sebagai pamacal tubo (penyebar racun).


Orang Minang pantang untuk mendapat malu, tetapi apabila malu itu disebabkan oleh harga diri yang dijatuhkan oleh orang lain, misalnya dalam bentuk penghinaan, wajib bagi mereka untuk melakukan pembalasan. Akan tetapi, jika yang melakukan hinaan itu terlalu kuat untuk dilawan, harus dicari cara lain untuk membalaskan penghinaan tersebut. Tidak sanggup dengan cara kekerasan, cara halus pun dianjurkan untuk dilakukan oleh orang yang dihinakan itu.


Bagi orang Minang ada satu keyakinan bahwa ketidaksanggupan membalaskan malu yang diakibatkan oleh penghinaan orang lain menjadi motivasi bagi mereka untuk mencapai kemajuan dan menjaga harga diri. Rasa malu tersebut menjadi pendorong mereka untuk membuktikan kepada orang yang lebih kuat bahwa mereka pun mampu mempertahankan harga diri mereka. Akibat positif dari rasa malu itu dapat dilihat dari persaingan dan perlombaan untuk memajukan kaum keluarga dan kaum kerabat. Misalnya, dalam hal pendidikan.


Orang Minang akan berlomba-lomba menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi meskipun untuk itu mereka harus bekerja keras dan mengorbankan apa saja untuk kemajuan anak mereka. Mereka meyakini bahwa perasaan malu merupakan dinamika untuk maju dan tidak ketinggalan dari orang lain, baik secara perseorangan maupun bersama. Perasaan malu itu tidak bersifat negatif yang akan merambulkan perasaan dengki, putus asa, dan lain-lain. Malu adalah sikap positif yang membangkitkan usaha lebih besar untuk mengurangi ketertinggalan dari orang lain dan juga mempunyai unsur pedagogis bagi seseorang atau pergaulan hidup tertentu,56