Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/117

Halaman ini tervalidasi

 Pengetua jang kelima, jaitu Ki Tjokrodirdjo, jang terkenal waktu mudanja sebagai penghasut pemuda. Pengetua jang kemudian menusul jaitu Ki Soetopo Wonobojo; dan Nji Hadjar Dewantara dengan sendiriaja masuk mendjadi pengetua.


 Pada Hari Senin Legi tanggal 22 Oktober 1923 atau 11 Maulud tahun Dje 1854, tahun Hidjrah 1342, Windu Sengara, mangsa kelima, dengan bertjandrasengkala ,,Sutji tata Ngesti Tunggal" diumumkan, bahwa Taman Siswa adalah badan wakaf. Diterangkan pula azas, sendi pendidikan dan daftar-peladjaran. Peraturan Taman-Siswa bukan peraturan jang mati, tetapi hidup, organis, dan berdasarkan demokrasi-leiderschap (musawarah, djika perlu dengan persoonlijk gezag Pemimpin).


 Pada waktu itu djuga lalu dibentuk suatu pengurus, namanja Hoofdraad (nama sekarang: Madjelis-Luhur), jang diambilkan dari beberapa orang jang mendapat kepertjajaan dari beberapa golongan dan aliran.


 Susunanaja Madjelis-Luhur Taman-Siswa jang pertama: Ketua R.M. Soetatmo Soerjokoesoemo, Ketua kedua R.M.H. Soerjopoetro, Panitera umum Ki Hadjar Dewantara, anggauta-anggauta - Ki Pronowidigdo; M. Ng. Wirjodihardjo, R. Roedjito, Mr. Soejoedi, R.M. Soerjoadiputro, penasehat - Ki Prawirowiworo; sedang sebagai anggauta-anggauta tersiar atau gedelegeerden: Ki Soetopo Wonobojo, Ir. Soekarno (Presiden kita sekarang), Panudju Darmobroto, Mr. M. Besar, Ki Tjokrodirdjo, Ki Hardjosoesastro, Soetedjo Brodjonagoro, Soedijono Djojoprajitno, K. Notodipoetro, Dr. Suwarno, Mr. Ali Sastroamidjojo, Poeger dan Dr. Mr. Gondokoesoemo.


 Pada waktu itu namaaja ditambah, mendjadi nationaal Onderwijs Instituut Taman-Siswa, ,,Hoofdzetel" Jogjakarta.


 Taman-Siswa makin besar. Pemerintah mengerti kolonialisme akan terdesak. Bermatjam-matjam akal didjalankan untuk menindasnja. Taman-Siswa jang mempunjai type sendiri ,,Perguruan dan rumah Guru bersama-sama" (Schoolwoningtype), dan K.H.

Dewantara jang bertempat tinggal disitu, dikenakan padjak rumah tangga. Akan tetapi K.H. Dewantara tidak suka membajaraja, hingga 3 tahun berturut-turut (1922/1924). Maka pada tanggal 19 Djuni 1924, waktu peladjaran masih berdjalan, barang-barang Taman-Siswa, diantaranja bangku, medja, papan-tulis dsb. dilelang dimuka umum. Walaupun barang-barang itu dilelang orang djuga, akan tetapi kemudian dikembalikan kepada Taman-Siswa, sebab jang melelang itu para petjinta sendiri. Sebaliknja atas tindakan itu, K.H. Dewantara mengadjukan protes kepada jang wadjib, jang kemudian dengan putusan kepala Pemerintah Kadipaten Pakualaman tanggal 25 September 1924 No.: 2424/4, 2415/4, padjak rumah-tangga untuk K.H. Dewantara buat tahun 1922 hingga 1924 jang masing-masing berdjumlah f. 76,80, f. 54,- dan f.54,- dihapuskan. Mulai pada Hari Senin Kliwon tanggal 7 Djuli 1924 Taman-Siswa membuka bagiannja jang baru, jaitu Mula Kweekschool, seperti S.G.B. djaman sekarang, mata peladjaranja: Peladjaran S.M.P. ditambah Pendidikan Guru, lamanja 4 tahun sesudah Taman Muda atau sesamanja. Dan seperti biasanja, orang-orang didikan kolonial selalu mengedjek, sebah pikiran mereka hanja orang-orang Belanda sadja jang bisa membuka sekolah menengah. Pada penghabisan tahun pengadjaran 1927 /1928 fulusan bagian tcrsebut ikut udjian A.M.S. Negeri, dari 9 anak lulus 5 orang, artinja lebih dari 50%. Suatu bukti jang baik. Pada Bulan Agustus 1927 Sang Rabindranath Tagore dari Santi-Niketan jang termasjhur itu dengan Sekretarisnja Dr. Chatterjee, jang sedang datang di Djawa, memerlukan mengundjungi Taman-Siswa. Beliau tahu bahwa sistim dari suasana Taman-Siswa jang baru berusia 5 Tahun itu tidak djauh bedanja dengan perguruannja sendiri.

93