Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/120

Halaman ini tervalidasi

keluarganja sadja, sudah mendjadi alasan untuk mendjatuhi onderverbod guru. Di Sumatra dan Kalimantan Guru Taman-Siswa kena Heerendienst dan passenstelset Djika Guru dan murid Taman-Siswa tidak suka memberi hormat pada waktu pegawai bangsa Eropa atau Bumiputera datang, dikenakan larangan hak mengadjar dan perguruan ditutup. Demikianlah kedjamnja akibat hapusnja ordonansi liar.
 Tidak hanja itu sadja, mulai bulan Februari 1935 Taman-Siswa mendapat tjobalagi mengenai soal,,Kindertoelage", hak orang tua murid pewagai negeri atau tundjangan anaknja jang bersekolah. Pokoknja Taman-Siswa mau dipetja-belah.
 Ada jang boleh memberi surat keterangan kindertoelage ada jang tidak. Adapun sikap Taman-Siswa: mengembalikan soal kindertoelage kepada Pemerintah, sebab itu bukan haknja Taman-Siswa tetapi hak orang tua murid sendiri. Djika tidak semua perguruan Taman-Siswa dapat menerima hak atas kindertoelage untuk orang tua murid pegawai negeri, lebih baik tidak menerima sama sekali.
 Singkatnja: semua menerima atau semua tidak menerima. Kemudian mulai tahun 1938 peraturan tersebut ditjabut.
 Bersamaan dengan kindertoelage, ada lagi soal ,, Vrijkaart dan vrijbiljet". Anak Pegawai sepur mulai tahun 1935 jang berguru pada Taman-Siswa tidak memberi lagi kartu pertjuma untuk berguru dan biljet pertjuma guna menengok orang tua waktu liburan. Setelah diperdjuangkan, dengan keputusan lnspektur kepala tanggal 20 September 1940 peraturan tersebut ditjabut pula.
 Tidak tjukup sekian. Mulai tahun 1935 itu djuga orang2 Taman-Siswa akan dikenakan ,,Padjak-Upah" atau loonbelasting. Padahal dalam hal ini Taman-Siswa Prinsipil menolak tidak suka membajar padjak upah, karena dalam Taman-Siswa tiada bersipat madjikan dan buruh. Sebagai penduduk suka membajar padjak penghasilan, walaupun djumlahnja boleh djadi lebih banjak dari padjak upah.
 Tentang hal ini, jang oleh Taman-Siswa dianggap prinsipil, sampai lama sekali diperdjuangkan. Pada tanggal 17 December 1937 K.H. Dewantara memaksa diri datang bertemu dengan Gubernur Djendral . di Tjipanas untuk mendjelaskan dengan lisan udjutnja organisasi Taman-Siswa jang berdasar atas kekeluargaan dan sama sekali tidak mengenal hubungan madjikan dan buruh. Dan selama itu peraturan terns diundurundur, hingga sampai ditjabutnja, orang Taman-Siswa tetap tidak dikenakan padjak upah. Kemudian dengan surat keputusannja tanggal 15 Djuli 1940 No. L.B.1./16/6 Direktur keuangan memutuskan orang-orang Taman-Siswa dibebaskan dari padjak upah dan seperti biasa dikenakan padjak penghasilan.
 Pada waktu jang tergenting itu jaitu pada saat-asat Taman-Siswa memperdjuangkan menentang ordonansi liar 1932 dengan berakibat hudjannja larangan hak mengadjar bagi guru-gurunja, inenentang peraturan larangan hak orang tua murid menerima kindertoelage dan kartu serta biljet pertjuma untuk anak-anakaja, kemudian menentang padjak-upah bagi guru-gurunja, pusat Taman-Siswa masih ada didjalan Tandjung, rumah meajewa. Kemudian membeli rumah dan pekarangan di djalan Wirogunan 31/33, dengan tjara gotong-rojong. Pada pekarangan itu kemudian didirikan pendapa dengan sokongan para petjinta, dan ,,benggol bulanan" dari para murid, jang dibuka resmi bertepatan dengan pembukaan konggres Taman-Siswajang ketiga hari 16 Nopember 1938.
 Demikianlah dengan sepintaslalu riwajat Taman-Siswa waktu pendjadjahan

Belanda. Konperensi Agustus 1946 memutuskan,,Taman-Siswa" dalam djaman merdeka masih perlu ada. Walaupun Pemerintah sendiri dalam waktu 10 atau 20 tahun lagi sudah

96