Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/14

Halaman ini tervalidasi

keadaan Mataram sedjak membrontaknja Pangeran Mangkubumi makin mendjadi sulit, terutama setelah Pangeran Mangkubumi dapat menggabungkan diri dengan barisan-barisan jang dipimpin oleh Raden Mas Said dan Pangeran Martapura. Dengan tjepat sekali daerah-daerah pasisiran jang ada sekeliling Surakarta, dapat dikuasainja oleh ,,pemhrontak". Perlawanan didaerah-daerah Sukawati (Sragen) keselatan, dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi sendiri, daerah Grobogan keselatan sampai daerah Bojolali Utara, dipimpin oleh Raden Mas Said dan Pangeran Martapura, daerah Semarang-Selatan, Ambarawa, Salatiga-Selatan, dipimpin oleh Pangeran Widjil II dan Pangeran Krapjak, sedang didalam daerah Kedu Utara dan Selatan, pimpinanaja ada ditangan Pangeran Hadiwidjojo. Dengan demikian Ibukota Mataram telah dikurung dari tiga pendjuru, jang makin lama makin mendesak.

Sementara itu didalam Keraton Surakarta telah terdjadi satu peristiwa jang sangat menjedihkan, terutama bila dipandang dari sudut ,,kemerdekaan sesuatu bangsa", sebab dengan tjara jang sangat mudah sekali van Hohendorff sebagai wakilaja Gubernur Djendral van Imhoff, telah berhasil merampas kekuasaan Mataram dari tangan bangsa Djawa, dan sedjak itu pula tanah air kita djatuh ditangan dan kekuasaan asing (V.O.C.). Dalam keadaan sakit keras, dan dalam saat-saat mendekati mangkataja, van Hohendorff telah berhasil memaksa kepada Sri Susuhunan Paku Buwono II untuk membubuh tanda tangan pada surat perdjandjian:

,,penjerahan Negara · Mataram seluruhnja kepada V.O.C., hanja dengan sarat keturunan Baginda jang memang berhak naik tachta Keradjaan, turun menurun, akan dinobatkan mendjadi Radja di Mataram oleh V.O.C., kepadaaja akan diberi pindjaman Negara Matara(1).

(1) Ahli-ahli sedjarah jang mempeladjaii isi perdjandjian itu, diantaranja termasuk Dr. Soekanto dan Prof. R.M. Ng. Poerbotjaroko, beranggapan bahwa anggapan V.O.C. jang selandjutnja diteruskan oleh Pemerintah Belanda, dengan perdjandjian itu, ia memiliki Negara Mataram dengan absah, ditentang dengan keras. Sebab anggapan V.O.C. dan djuga Pemerintah Belanda, dasarnja adalah perkataan ,,overgeven" dalam kalimat " . . ..... . . . alle gezag magi en autiteit, welke ik tot dato hebbe gehad, overtegeven aan de doorluchtige Oost lndische Compagnie". Perkataan .,overtegeven" dalam kalimat itu, adalah salinan dari perkataan Djawa .,kula aturaken", jang meskipun dalam hukum bahasa, salinan itu sudah benar, tetapi bila soal .ini kita pandang dari ,.tatasusila" dan ,.hukum adat" dalam kehidupan bangsa Djawa, tafsiran Jetterlijk itu tidak bisa dibenarkan, karena didalam perighidupan bangsa Djawa, tiap-tiap hari orang bisa mendengar kata-kata ,,kula aturaken", jang artinja tidak diberikan, untuk dimilikinja. Demikian djuga perkataan ,,kula pasrahaken" dalam kalimat selandjutnja, jang disalin didalam bahasa asing ,,bevelende in".

Disamping itu, bila kita memperhatikan perdjandjian 16 Desember 1749 jang berbahasa Djawa, bagi orang-orang jang mengetahui akan ilmu pengetahuan bahasa Djawa, sama sekali tidak bisa membenarkan bahwa ,.perdjandjian penjerahan Negara Mataram" itu berasal dari Sri Susuhunan Paku Buwono II, sebab baik bahasanja, maupun susunan kalimatnja, tidak menggambarkan bahasa Djawa jang biasa dipakai didalam kalangan Keraton.

Kalau kita meneropong dari sudut lain lagi, tentulah makin tidak bisa menerima anggapananggapan asing itu, sebab bagaimana djuga kekurangan dan kelemahannja Sri Susuhunan Paku Buwono II dalam mengendalikan pemerintahan, toh beliau tidak akan bisa berbuat demikian rupa, menjerahkan Negara kepada kekuasaan asing jang telah diketahui sangat haus kepada pengaruh dan kekuasaan disini.

Lain daripada itu, didalam tjatatan jang terdapat didalam ,.Peringatan Keraton Surakarta", antara lain disebut djuga bahwa sesungguhnja karena satu dan lain sebab, sebelum Sri Susuhunan Paku Buwono II menderita gering, lebih dahulu sudah turun tachta dari kehendak sendiri, bergelar Kiageng Mataram. Mungkin dengan maksud, supaja Putera Mahkotanja bisa lekas naik tachta.

Mengingat peristiwa ini, mengingat pula bahwa penanda tanganan perdjandjian penjerahan Negara itu dalam saat-saat Sri Susuhunan Paku Buwono II akan mangkat, bisa ditarik kesimpulan bahwa penanda tanganan itu dilakukan SESUDAH BELIAU TIDAK BERKUASA ATAS NEGARA MATARAM, hingga tanda tangannjapun tidak berarti.

Tetapi, bagaimana djuga, ternjata bahwa sedjak itu, Negara Mataram telah hilang, kemerdekaan kita telah dirampas oleh bangsa asing . Sungguhpun demikian, kita akan bisa mengambil manfaatnja, bila kita insjaf akan sebab-sebab jang mengakibatkan segala kelemahan dan tenggelamnja Negara kita.

10