Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/144

Halaman ini tervalidasi

kraman-kraman R. M. Guntur alias Pangeran Surjodikusuma bersama-sama R. Sudiraputra Pangeran Ngabthi Warih Kusumo di Gunung Kidul, Ki Sctjojudo alias Panembahan Kowak di Kedu, R. Suwardjo ipar Ki Tumenggung Mertolojo dan sebagainja.

 Djadi kalau kita sekalian boleh mengambil kesimpulan, maka kurang lebih dalam masa 75 tahun itu pertumbuhan kebudajaan/kesenian baru belum tampak terang-temerang, tambahan pula kurang tersiarnja tjatatan-tjatatan serta kesusasteraan-kesusasteraan jang dapat dipertanggung-djawabkan.

 Sedari tahun 1830 maka daerah wilajah mantja negara terus langsung diperintah oleh Pemerintah Pendjadjahan. Baru sedari dewasa bertachtanja Sri Sultan Hamengku Buwono ke V tampaklah buah seni Budaja Jogjakarta-Hadiningrat teratur rapi sampai hari sekarang.

 Didalam kitab babad Gianti tjiptaan Kjai Ngabehi Jasadipura I pudjangga Keraton Surakarta, maka ditjeriterakan bahwa langkah-langkah jang dilakukan oleh Pangeran Mangkubumi semasa muda mirip benar djedjak-djedjak Panembahan Senapati seperti jang dilontarkan dalam sebuah Sjair Sinom dari Kitab Wedatama jang berbunji:

Nulada laku utama,
Tumrap wong tanah Djawi,
Wong Agung ing Ngeksi-gondo,
Penembahan Sénapati,
Kapati amarsudi,
Sudane hawa lan nepsu,
Pinesu tapa brata,
Tanapi ing sijang ratri,
Amemangun karjénak tyasing sesama.

 Pangéran Mangkubumi gemar berulah tapa-brata. Lama beliau saban malam merendam diri disungai Pépé dan menghanjutkan diri kehilir. Sekira sudah waktu subuh, maka tibalah beliau didesa Sampangan sebelah Timur kota Surakarta. Beliau suka sekali berguru ilmu kepada-para alim-ulama, kjai, pendeta, pertapa dan sebagainja. Oleh kawan dan lawannja beliau diakui sebagai seorang ksatria jang djudjur, tjerdik tjerdas, mahir berbitjara, pemberani kalau mempunjai hasrat sukar dipatahkan, ta' suka mengingkari djandji, kadang-kadang keras kepala.

 Disamping sifat-sifat jang baik itu, beliau amat lemah terhadap putera-puteranja istimewa terhadap Putera Mahkota, Pangeran Adipati Anom. Oleh karena itu maka pada hajatnja semasa beliau telah landjut usianja banjak menderita pedih-pedih dari akibat pekerti putera-puteranja jang sangat ditjintai itu.

 Didalam serat Witjarakeras karangan Kjai Ngabehi Jasadipura II atau R.I. Sastranegara, putera Kjai Jasadipura I, Pudjangga pula Keraton Surakarta, maka Pangeran Mangkubumi digambarkan seperti berikut:

Mung waniné pada bangsa,

Dèn tewangi taker pati,
Djamak wong ngaku prawira,
Kaja Sultan Mangkubumi,
Njata lamun undagi,

dweweka gotak-gatuk,

114