Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/145

Halaman ini tervalidasi

Mitjara tan sikara,
Pasadja nalare mintir,
Lamun aprang pada bangsa datan arsa.

 Pekerdjaan jang sangat disenangi oleh Pangéran Mangkubumi ialah terutama jajasan-jajasan seperti membuat bangunan-bangunan, rumah-rumah, tempat-tempat pemandian dengan saluran-salurannja air, gapura-gapura dan sebagainja. Apabila ada sebuah bangunan tjiptaannja sudah selesai, walaupun terlalu élok, akan tetapi kalau beliau belum merasa puas, maka disuruhnja merombak dan membuat lagi jang bagus.
 |Semasa masih bernama Pangéran Mangkubumi maka beliau ditugaskan oleh Sri Susuhunan sebagai arsitek untuk mengatur serta mendirikan Keraton baru, pindahan dari Kartasura ke Surakarta (Nir sat obahing rat = 1670 Masehi) atau pada tahun ±1742.
 Pada kala pembangunan Keraton belum selesai, maka Sri Sultan setiap hari berkenan dari Gamping pasanggrahan Gunung Tlaga (Ngambar Ketawang) pergi ke Beringan untuk mengawasi serta meneliti pembukaan hutan tjalon Ibukota itu. Menurut ramalan dari leluhur Kjai Mangundjaja, maka belukar itu akan mendjadi Kota jang mashur, karena disitu telah terlihat adanja Kota kekodjor (Kota dilingkari dengan dinding tebal).
 Hutan Beringan mulai dibuka pada hari Djum'at 2 Redjeb tahun Wawu 1681 atau tanggal 2 April 1756 dan selesainja pembangunan Keraton pada tahun 1682 (Loro naga rasa tunggal) atau tahun 1757 Masehi. Pada tahun 1767 Siti Hinggil Lor baru selesai, pun pula pembangunan Prabajeksa baru selesai pada tahun 1769.
 Daerah hutan Beringan dimana telah terdapat sebuah dukuh Patjetokan ini sebenarnja bagi Sri Sultan Hamengku Buwono I bukan barang baru, karena beliau pada tahun 1747 dan 1749 pernah berdiam disini serta memproklamirkan sebagai Susuhunan di Mataram.
 Didalam kitab babad Gianti ditjeriterakan bahwa Susuhunan Mangkurat memiliki sebuah pasanggrahan dihutan Beringan ini jang diberi nama Gardjitawati dan kemudian oleh Susuhunan Paku Buwono II diganti Ajogya. Pada tahun 1751 maka pasanggrahan ini dibongkar oleh Major Feber.
 Oleh karena sekalian Lodji (Béténg) pada waktu dibuat dari bahan-bahan glugu, maka Sri Sultan berkenan membuat dari batu. Beliau sendiri berkenan mengawasi pekerdjaan itu. Setelah selesai, maka jang disebelah barat diberi nama ,,Djajawisesa" sebelah Timur dliberi nama ,,Djajaprajitna" dan jang sebelah Selatan ,,Djajaprakoswamngprang"
 Apabila menurut surat pengaduannja Tuan Siberg tertanggal 18 September 1787 bahwa pembangunan sebuah Lodji di Jogjakarta berdjalan seret dan belum selesai maka dapatlah digambarkan bagaimana udjud dan bentuk Keraton sewadjarnja pada waktu itu.
 Kalau tadi telah diketengahkan bahwa perhatian orang atas perkembangan kebudajaan/kesenian kurang sekali itu, tidak berarti sama sekali tutup pintu, ialah terbukti terdapatnja berita-berita jang bertalian dengan pemeliharaan kesenian didalam Keraton, Sri Sultan telah mengadakan sajembara, barang siapa dapat menangkap Pangéran Mangkunagoro akan mendapat hadiah jang berupa lungguh 1000 karjo

115