Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/147

Halaman ini tervalidasi

Wanatjatur, Tandjung Tirto, Laksonegara, Krapjak, Melati, Ambar Ketawang, Pelem Sewu, Bantul Karang Eng kepek, Kanigara, Banjutumumpang, Eng telaga Sana Sèwu, dan Kuwarasan.
 Sultan Hamengku Buwono wafat pada tanggal 24 Maret 1792 atau malam Akad Kliwon 1 Ruwah Djé 1718.
 Untuk menjongsong Hari penobatannja sebagai Sultan maka oleh Adipati Anom diperintahkan kepada segenap putera sentana serta para Bupati dipendapanja masing-masing diadakan latihan-latihan tari-tarian dan sebagainja. Tak lupa latih-latihan pradjurit istrinja.
 Pada tanggal 2 April 1792 sehari sesudah dinobatkan maka Sri Sultan Hamengku Buwono II menerima kedatangan Gubernur Semarang di Bangsal Srimanganti dimana dipertundjukkan bedaja dari Serimpi.
 Didalam Seni suara gamelan maka dihaturkan bahwa usaha menambah serta melengkapi djumlahnja gamelan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, II; V dan VII. Begitu djuga G. P. H. Surjoputro K. P. N. Tjokrodiningrat (B. K. P. A. A. Danuredjo) serta R. M. Djajadipura. Sungguh besar djasanja dalam usaha-usaha meajempurnakan gamelan ragam Jogjakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII membuat gamelan ragam baru semasa masih Pangéran Adipati Anom.
 Sri Sultan Hamengku Buwono II setelah dinobatkan mendjadi Radja membuat tari-tarian bedaja Semang jang semirip dengan bedaja Ketawang pusaka Keraton Surakarta. Pun pula dapat ditjatat tjiptaan tari-tarian jang disebut beksa Trunadjaja. Begitu djuga tentang adanja beksa Eteng jang digerakkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono V clan banjak lagi jang akan diuraikan disini.
 Pada tahun 1885 maka di Jogjakarta telah berdiri sebuah badan jang disebut Archaeologische Verenigingjang usahanja selaras denganJava lnstituut dengan tjatatan sangat terbatas.
 Badan tersebut bertudjuan mengumpulkan bahan-bahan jang penting bagi penjelidikan sedjarah seperti benda-benda peninggalan zaman bahari, bahan-bahan lainnja jang perlu bagi pengetahuan tentang Negara, dan bangsa disekitar daerah keradjaan (Vorstenlanden).
 Benda-benda jang telah terkumpul itu disimpan dipelihara disebuah bangunan darurat dihalaman kediaman Residen. Niat atau pikiran untuk mendirikan museum di kota Jogjakarta pada waktu itu sudah ada, tetapi oleh karena bermatjam-matjam ragam kesukaran maka niat jang baik itu tak dapat dilaksanakan, bahkan badan jang sudah berdiri tadi mendjadi bubar berantakan.
 Pada hari Rebo tanggal 6 Nopember 1935 djadi tepat 50 tahun sedari berdirinja Archaeologische Museum, maka di Jogjakarta diresmikan pembukaan Museurn Sana. Budaja milik Java lnstituut oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.
 Keputusan untuk mendirikan sebuah museum di Jogjakarta ini sebenarnja sudah pada tahun 1924 pada sidang Konggres Java Instituut, pula didorong gerakan oleh pameran bangun-bangunan rumah Djawa serta susunan rumah tanggajang diselenggrakan untuk meriahkan konggres tersebut.
 Sabda Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada meresmikan pembukaan Museum Sana Budaja terse but seperti dibawah ini:

117