Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/157

Halaman ini tervalidasi

itu dipalu lirih-lemah, maka larasnja lalu terdengar terang menggelombang, mengombak dan mengalun jang agak djanggal.
 Laras umjung ini diperoleh dari larasan jang disilirkan atau tidak ditepatkan sama sekali atau djarak antara laras-laras itu dipandjang-pendekkan.
 Menurut tjatatan para nijaga di Jogjakarta maka jang memulai merubah adat keadaan gending — seperti Ajak-ajak dan slepegan pada wajangan kulit kendangnja digembjakkan sampai sekarang ialah K.G.P.A. Mangkubumi. Akan tetapi didalam lingkungan Keraton dewasa itu masih tetap meneruskan naluri ragam bahari. Pada achir gending-gending Ajak-ajak dan slepegan (suwuk) tidak dibarengi dengan gong, melainkan dengan kempul.
 Dengan bertachtanja Sri Sultan Hamengku Buwono VIII maka djedjak kerawitan (tjaking kerawitan) sudah seperti sekarang ini, kendang digembjakkan (batangan tjiblon) dan sudah pakai gerongan, achir (suwuk) gending-gending ajak-ajak dan slepegan dengan dibarengi bunjinja gong.

PERKUMPULAN-PERKUMPULAN KERAWITAN DI JOGJAKARTA.

 Kemadjuan Teknik jang sangat pesat baik didarat, dilaut, diudara maupun diether, sehingga seakan-akan dunia mendjadi mingkup ini, maka buah hatsil utjapan djiwa jang bersifat seni dari sekalian Umat manusia, mau tidak mau harus mengikuti djalannja sedjarah serta melaraskan diri dengan alam dan zamannja.
 Dengan adanja siaran radio dari NIROM, SRV, S.R.I., M.A.V.R.O. Hosokijoku dan lain-lain, maka terasalah oleh para ahli berolah serta pentjinta seni, bahwa kini telah terbit ketikanja untuk berlomba-lomba merubah, mengganti memadjukan kesenian daerahnja masing-masing sesuai dengan kemadjuan masa.
 Dalam masa mendahsjatnja siaran radio itu, maka berdirilah di Jogjakarta sebuah Badan Karawitan jang disebut Dajapradangga dibawah pimpinan Badan Lie Djing Kiem. Dajapradangga ini merupakan suatu ikat-pertalianjang erat, persatu paduan jang kuat antara penabuh-penabuh dari Keraton, Paku-Alaman dan Kepatihan. Dajapradangga ini pulalah jang dengan teguh-tegas berani mengajunkan langkahnja untuk mempeladjari serta membunjikan gending-gending dari Daerah Kedu dan Surakarta.Tiap-tiap lagu gending jang boleh didahului dengan bawa-swara, maka dimulailah dengan bawa-swara dan selandjutnja diselang-seling dengan suara merdu dari suarawati (sindén) serta seni-suara prija bersama (gerong) ria-gembira sampai sekarang.
 Dengan lahirnja perkumpulan Dajapradangga jang radikal ini, maka tak lama kemudian tumbuh-timbullah pelbagai badan-badan kesenian jang berbeda-beda tjorak pendiriannja, seperti:

  1. Larasmadya anggauta-anggautanja terdiri atas nijaga dan amateur.
  2. Nindya-jatmoko, anggauta-anggautanja terdiri atas nijaga abdidalem Kadipatén jang bertudjuan mempertahankan tjorak klasik.
  3. Mardawagita lalu ganti nama Muc;la Langen Swara, dibawah pimpman R.B. Hastokuswala, bertjorak aliran baru.

125