Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/158

Halaman ini tervalidasi
  1. Murbararas, perkumpulan abdi dalem Keraton dengan ditambah anggautaanggauta Dajapradangga, beraliran umum.
  2. Krusuk-raras, perkumpulannja pemuda-pemuda abdi-dalem Keraton dan Ngabean. Perkumpulan ini beraliran umum tetapi mempertahankan ragam Keraton.
  3. Mardi-Wirama, perkumpulannja para abdi-Dalem Paku-Alaman beraliran umum termasuk ragam Jogjakarta clan Surakarta.


 Semendjak Kemerdekaan Negara Republik Indonesia diproklamirkan (17 Agustus 1945), maka dalam dunia karawitan Jogj akarta tampak benar kemadjuankemadjuan usaha para empu-gending dan ahli ilmu karawitan (muzicoloog) untuk mengadakan perbaharuan tjara-tjara serta ramuan-ramuan baik vocal maupun instrumental.
 Mulai tahun 1950 maka banjaklah pertjobaan-pertjobaan dilakukan oleh para ahli ilmu karawitan untuk mendapatkan lagu-lagu baru, irama baru, karena ternjata bahwa kemungkinan-kemungkinan masih terbuka lebar bagi perkembangan karawitan Daerah.
 Pada pokoknja irama dari lagu-lagu geding itu: irama laku empat. Kalau dalam seni suara musik ada terdapat irama laku tiga, maka apa salahnja kalau laku tiga ditjoba djuga dilakukan dalam gending-gending Djawa. Kenjataannja pada dasarnja semua irama laku empat itu dapat dilakukan dalam irama laku tiga. Dalam hal ini dapat dibuktikan oleh Sdr. R. Ch. Hardjosubroto, Pegawai Bagian Kesenian Djawatan K ebudaj aan Kementerian P.P. dan K. dalam tjiptaan-tjiptaannja Langen-Sekar dari lain-lain, jang bagi masjarakat Jogjakarta tidak asing lagi.
 Kalau irama laku tiga ini sudah dapat tersebar serta biasa dikalangan masjarakat kesenian daerah, maka irama laku tiga ini akan mendorong-gerakkan kepada para ahli-seni-tari untuk mentjiptakan tari-tarian baru pula.
 Usaha-usaha untuk mentjiptakan suasana baru dalam alam karawitan, maka dengan sangat berani telah digalang oleh Saudara-saudara karawitan Studio R.R.I. Jogjakarta dibawah bimbingan Sdr. Ki Ng. Tjokrowarsita pada tiap-tiap siaran manasuka Ragam garap baru itu seperti didalam suatu lagu lalu dilontarkan solo-gender, solo-rehab dan sebagainja. Kendang gembjakan bersama 3 buah dan lain-lain.
 Pada tanggal 1 Djanuari 1956, maka di Jogjakarta telah dilangsungkan suatu demontsrasi gending-gending Djawa untuk keperluan pada pasamuan sutji dalam Geredja Katolik, Tjiptaan2 dari Sdr. R. Ch. Hardjosubroto clan F. Atmodarsono, Guru S.G.A. II Jogjakarta. Pertjobaan-pertjobaan itu dilakukan atas andjuran dari Jang Mulja Monsinjur Soegijapranata, jang menghendaki supaja seni-suara Daerah bisa berkembang dalam lingkungan Geredja Katolik.
 Pada tempat-tempat di luar Kota Jogjakarta jang ada terdapat perkumpulanperkumpulan karawitan seperti: Karangdjambé, Berbah, Mantup, Kota-gedé, Ponggok, Kundèn, Tabratèn (Plèrèt), Turi (Bantul) Dongkèlan, Gamping, Logendèng, Plajen, Wonosari, Karangmadja, Ngagel, Djurangdjero, Kutu, Sleman dan lain-lain.

126