Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/159

Halaman ini tervalidasi
BAB III.
PERKEMBANGAN PEDALANGAN DI JOGJAKARTA
SELAMA 200 TAHUN.
MULAI TAHUN. 1755 s/d 1830 M.

SEMENDJAK Sri Sultan Hamengku Buwono I bertachta di Jogjakarta pada tahua 1755, maka menurut K. R. T. Ejayadipura perkembangan pedalangan seperti dibawah ini.

'Dalang dan wijaga.

1.  Ki Tjermadenda adalah Dalang chusus dari- Pangeran Mangkubumi, selama peperangan Pagianti iapun selalu mengikuti Pangeran Mangkubumi. Kadang-kadang ia mendalang disesuatu tempat terutama didacrah Kedu dan Bagelen, sehingga tertanam lagi (terbangun) kehidupan seni pedalangan dan pertundjukan wajang kulit purwa didaerah tsb. dan dengan sendirinja maka terbangun pula tempat-tempat jang pernah mendjadi dash sumber pedalangan,.seperti Banjumas, Pekalongan dls.
 Oleh karena kawan-kawan wijaga jang mengikutinja. peperangan tidak banjak. maka diusahakanlah kelengkapan wijaga, sehingga banjaklah tambahan wijaga dari daerah tersebut.
 Sampai pada bertachtanja Panggran Mangkubumi (Sri Sultan HB. ke I) di Jogjakarta, ki Tjermadenda masih tetap mengabdi mendjadi dalang.
 Anaknja jang bernama Bagus Paku pun turut serta mengabdi di Tagjakarta, kemudian beristerikan anak Kjahi Wangsaguna didesa Wadja bernama Sumi. Pedalangannja seimbang dengan ajahnja, sehingga termashur dengan nama dalang Pakuwadja.
 Kedua ajah dan bapak ini selalu berusaha menganalisa sedjarah-sedjarah wajang sehingga dibuat tjatatan lakon-lakon wajang purwa.
 Dalang Tjermaganda diberi tempat tinggal sebagian dari kanḍang kuda jang berpintu rudji dari besi, maka oleh karena itu ia termashur dengan nama ḍalang Kanangwesi. Dan kedua orang ini ḍalang itu disebut „Ḍalang Pantjakaki”.
 Buku tjatatan-dari kedua ḍalang itu disebut „Lajang Purwa Tjarita”, jang sangat dianggap terbaik oleh para ḍalang terutama di Jogjakarta.

2.  Pengabdian kedua ḍalang (Ḍalang Pantjakaki) itu sampai wafatnja Sri Sultan Hamengku Buwono ke I, dan dilangsungkan mengabdi pada Sri Sultan Hamengku Buwono ke II: dan pada zaman ini wafatlah Kjahi Tjermaganda.
 Ḍalang Pakuwadja meneruskan pengabdiannja, akan tetapi ia tak dapat mempunjai sahabat jang seimbang untuk usaha tentang peḍalangan, karena Sri Sultan sendiri tidak begitu memperhatikan terhadap kesenian peḍalangan.
 Alchamdulillah ia mendapat seorang kawan Pangéran adik Sri Sultan Hamengku Buwono II, bernama Pangeran Natakusuma, jang termashur ahli kesusasteraan, sehingga makin sempurnalah bentuk-bentuk peḍalangan tehnik Jogjakarta, dengan „Lajang Purwa Tjarita”nja.
 Ḍalang Pakuwadja ini wafat pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono jang ke III; jang termashur dengan djulukan Sinuhun Radja.

127