Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/168

Halaman ini tervalidasi

Pada zaman ini, Empu Resopanatas meninggal dunia. Dan Ki Kertiwanda mendjadi abdidalem penatah, dikala Sri Sultan Hamengku Buwono ke VI.

7. Disamping melajani pekerdjaan Sri Sultan, Ki Kertiwanda djuga mendjadi penatah kepatihan (Danuredja/Danudiningrat) dan K.G. Paku-Alam ke VTI. Penatah dizaman ini boleh dikata hanja Ki Kertiwanda satu-satunja penatah jang baik.

8. Di Jogjakarta ada seorang abdidalem urusan Minuman Sri Sultan, bernama Ki Sasrawinangun. Ia pandai menatah dan bagus buatannya. Ki Sasrawinangun mendjadi Bekel dizaman Sri Sultan Hamengku Buwono ke VII, dan mengerdjakan menatah wajang jasan Sri Sultan. Penjungging dizaman Sri Sultan ke VII adalah Ki Bradjaguna.

9. Penjungging Bradjaguna mempunjai anak bernama Ki Bradjasuwarna jang pandai menatah wajang, dan djuga menatah pada zaman Sri Sultan ke VII.

 Ki Bradjasoewarna ini banjak dipakai tatahannja oleh K.G. Putra (Pangéran Hadipati/putra Sri Sultan ke VII). Sebagai kawan menjungging (tatahan Ki Djajasuwarna) adalah abdi dalem Kadipaten bernama Ki Pawirasemangku.

 Kedua penatah dan penjungging tsb., tiap harmja bekerdja dikasatrian dengan kawan-kawannja bernama: Ki Bekel Prawirasutjitra (Anak Kertiwanda); Bekel Prawirasutjitra ini adalah penatah. Lain kawannja sepekerdjaan dan bagus djuga garapannja, jalah Ki Bekel Prawirahudaja, Ki Bckel Djajeng Tilarsa dan Ki Bekel Mangkudigda. Ketjuali K.G. Pangéran Hadipati, ada lagi putera Sri Sultan ke VII jang sangat madju kearah pedalangan jalah K.G. Pangéran Purubaja jang kemudian mendjadi Sri Sultan ke VIII.

 Penatahnja: Ki Bekel Sosrowinangun, dibantu oleh Ki Bell Prawirasugita dan Ki Prawirasekarta. Penjunggingnja: Ki Djajenggena, Edris dan Sangidu, serta Setjadarma. Setelah beliau mendjadi Pangéran Adipati, maka penatah dan penjungging itu mendapat tanda terimakasih. Sebagai penghargaan Ki Djajenggena diangkat mendjadi Bekel Prawiramerteni Sdr. Edris diberi nama Ki Prawiranarta dan Sdr. Moch Sangidu diberi nama Prawirasetja.

 Kegiatan K.G. Hadipati ini makin lama makin tambah, terbukti dengan tambahan penatah dan penjunggingnja jang bernama Ki Prawirokerto dan Ki Prawiromangku. Sesudah K.G.P. Hadipati dinobatkan mendjadi Sri Sultan ke VII maka penatah jang tua-tua sudah meninggal dunia, sehingga mengabdikan beberapa abdidalem dilingkungan natah dan njungging, dengan mengadakan pembaharuan. Penatah diperkuat dengan Ki Prawirosekarto, Ki Megarsemu dari lingkungan abdidalem pasinden (wijaga) dan Ki Mangkuradjoso dari ordonans. Perlu diketengahkan disini, bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono VIII ketika masih mendjadi Purubaja membuat wajang Madya.

 Dalam hal ini diketahui oleh Sri Sultan Hamengku Buwono ke VII dan pembuatan tsb. tidak dibenarkan olch beliau. Maka pembuatan wajang madya tsb. tidak dilandjutkan, dan sampai sekarang masih tersimpan wudjud gebingan.

 Banjak sekali kemadjuan-kemadjuan dalam zaman Sri Sultan ke VIII, misalnja membuat kitab „Bratajuda”, wajang orang jang termashur itu, dan sebagai jang terkuat jalah G.P.H. Tedjokusumo, B.P.H. Surjadiningrat, K.R.T. Wiroguno, K.R.T. Djajadipura dan masih banjak lagi:

 Pula Sri Sultan ke VII inilah mendirikan kursus dalang Habiranda.134