Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/173

Halaman ini tervalidasi

 Sri Sultan Hamengku Buwono IX berusaha melengkapi wajang-wajang jang sudah ada serta berhasrat mengambil inisiatip untuk mengadakan wajang-orang dengan tjeritera dari kitab Ménak.
 Sri Paku Alam VIII telah menerima hadiah dari Sri Susuhunan P.B. X berudjud sebuah kotak wajang-purwa lengkap.
 Selain jang tersebut diatas itu maka pada masa sebelum perang dunia II, di Jogjakarta terdapat wajang jang disebut POTEHI (mirip wajang Tionghoa) jang pernah dipertontonkan dalam bahasa Daerah serta Melaju dengan iringan gamelan Slééndro serta mengikuti tehnik wajang-purwa.
 Pada tahun 1950 maka di Jogjakarta telah tergubah suatu bentuk wajang jang diberi nama ,,Wajang Pantjasila" oleh almarhun Harsono Hadisubeno, seorang pegawai daripada Kementerian Penerangan R.I. dengan maksud untuk alat penerangan kepada Rakjat. Udjud wajang Pantjasila itu seperti wajang-purwa dengan beberapa perubahan, seperti: diberi petji, kemedja, memakai pistol, kasatria-kasatria jang berpihak rahaju diberi tanda garis merah-putih dan sebaliknja para angkara-murka diberi tanda merah, putih dan biru, pula memakai topi badja dlsb. Selain wajang Pantjasila ini ada pula Wajang-suluh dengan maksud jang sama dari Kementerian Penerangan.
 Wajang untuk permainan anak-anak jang diperbuat dari kertas sampai sekarang masih banjak dibuat dan beredar diseluruh daerah.
 Wajang-kulit purwa ragam Jogjakarta itu pada dasarnja mempunjai tiga matjam tjorak wanda. Tidak semua wajang mempunjai wanda, akan tetapi kebalikannja ada pula wajang jang dibuat lebih dari pada tiga wanda, sebagai misal:

  1. Adipati Karna mempunjai wanda: Retja, Begal dan Rawe.
  2. Puntadewa, mempunjai wanda: Panuksma dan Pec;lasih.
  3. Kresna mempunjai wanda: Rondon, Mangu, Gendreh dan Surak.

 Kini Kawedanan Hageng Punakawan Kridamardawa atas titah Sri Sultan H.B. IX telah menjelenggarakan suatu peladjaran menatah dan menjungging untuk para peminat seni tatah-sungging tanpa dipungut biaja dan para pengasuhnja ialah hamba Keraton para djuru penatah dan penjungging.
 Adapun teknik pet;l.alangan ragam Jogjakarta itu urutan paugerannja sebagai berikut:

  1. Djedjeran, ada 7 matjam, jaitu: kawitan, Sabrangan, Djedjer Bondét, pandita, uluk-uluk, Sumirat dan Rina-rina.
  2. Perangan, ada 7 kali, jaitu: perang ampjak (rampogan-gunungan), simpangan, gagal, perang begal a tau perang kembang, perang alit, perang tanggung dan perang ageng.
  3. Perang ampjak sering diganti dengan perang kadung.
  4. Gara-gara tak boleh diabaikan.
  5. Tajungan djuga harus ada.
  6. Istilah-istilah gerak perangan ada namanja sendiri-sendiri.
  7. Adegan. Djedjer ialah adegan jang diiringi dengan genḍing pada babak pertama dan lain-lainnja ialah Adegan Glaḍagan, gerak wajang jang hanja diiringi dengan srepegan dan bukan genḍing.
  8. Sekalian gerakan wajang pada kelir diiringi dengan grepegan.


137