Tidak djarang perselisihan itu memuntjak demikian rupa, bahkan hingga mendjadi perkara djiwa. Dan kalau sudah terdjadi demikian, V.O.C. jang menempatkan diri sebagai ,,duta perdamaian”, datang sama tengah, katanja, tetapi pada hakekatnja dia memainkan ,,pisaunja”, demi kepentingan sendiri.
Demikianlah kedjadian-kedjadian permusuhan batin antara partai Paku Buwono
III disatu pihak dan partai Hamengku Buwono I dilain pihak, terus-menerus terdjadi,
kalau satu kerewelan bisa dipadamkan, timbul jang lain. Dan kedjadian-kedjadian
demikian itulah jang merupakan kekuatan V.O.C. untuk mengangkat dirinja ketempat
jang lebih atas (1).
Sri Susuhunan Kebanaran, jang dengan ,,Perdjandjian Gianti” bergelar Sultan
Hamengku Buwono, Senopati ing Alaga, 'Abdul'rahman Saji'din Panata Gama, Kalifa'tu'lah, jang pertama, setelah sebulan sedjak Palihan Nagari, pada hari Kemis Pon, tanggal 29 Djumadilawal 1680 (13 Maret 1755) mengumumkan kepada chalajak ramai,
bahwa separo dari pada Negara Mataram jang dikuasainja itu, diberi nama Ngajogjakarta-Adiningrat, beribu kota di Ngajogjakarta.
Apakah sebabnja beliau memilih nama itu, sampai sekarang masih tinggal
rahasia, tetapi sangat besar kemungkinannja berdasarkan dengan maksud ,,untuk
menghormati tempat” jang berscdjarah, jaitu hutan Beringan, jang pada djaman
marhum Sri Susuhunan Amangkurat Djawi menduduki Tachta Mataram, telah merupakan kota ketjil jang sangat indah dan ada Istana pesanggrahannja, jang dalam
sedjarah terkenal dengan nama Gardjitawati. Kemudian pada djaman Sri Susuhunan
Paku Buwono II bertachta di Kartasura, sebagai Ibukota Mataram, nama pasanggrahan
itu diganti Ngajogja, jang dimasa itu hanja dipergunakan tempat pemberhentian lajon-lajonnja (djinazah) para bangsawan jang akan dimakamkan di Imogiri, hingga Pesang-
grahan itu dipandangnja sebagai salah satu tempat sutji, jang mendapat berkatnja
para Luhur Mataram.
Tetapi mungkinkah hanja karena itu sadja Sri Sultan telah memilih nama Negara
dan tempat sebagai Ibukota? Pertanjaan ini djuga masih merupakan persoalan, sebab
pada umumnja, untuk menentukan tempat tjalon Ibukota dari sesuatu Negara, tentulah
lebih dahulu diadakan penyelidikan oleh orang-orang jang mempunjai keahlian tentang:
letaknja tempat, hawa udaranja, gemuk dan tidaknja tanah, airnja, hubungannja dengan
tempat dikanan kirinja jang bisa memberi pengaruh, bahaja-bahaja jang dihadapinja,
terutama dari bahaja alam dan lain-lainnja, dari sudut lahir dan sudut batin. Didalam
sedjarah sama sekali tidak disebut-sebut tentang adanja komisi penjelidikan itu, ketjuali
beberapa legende (dongengan) jang sangat susah dapat dipertjaja oleh pikiran-pikiran
dan ilmu pengetahuan didjaman sekarang. Diantara legende-legende itu, bila disesuaikan
dengan pribadinja Sri Sultan Hamengku Buwono I, dapat memberi petundjuk-petundjuk
atau dugaan jang bisa didjadikan alasan tentang sebab-sebabnja hutan Beringan
dipilih olehnja, sebagai tjalon Ibukota Ngajogjakarta-Adiningrat.
(1). Meskipun Sri Sultan Hamengku Buwono I tidak mengetahui udjung pangkalnja semua perdjandjian antara V.O.C. dengan Radja-radja Mataram jang telah mangkat, tetapi dengan terdjadinja ,,Perdjandjian Gianti" itu, Sri Sultan Hamengku Buwono oleh V.O.C. sudah dianggap sebagai sudah mengakui segala isi, baik jang bersifat verdrag dagang, maupun jang bersifat politik kontrak, jang pernah dibuat antara V.O.C. dengan Radja2 Mataram jang telah lampau. Dengan demikian, sendirinja Sri Sultan Hamengku Buwono dalam kedudukannja sebagai Radja Ngajogjakarta-Adiningrat oleh V.O.C. dianggapnja ,,hanja mendapat pindjaman Negara Ngajogjakarta-Adiningrat" sadja, sebagai halnja Sri Susuhunan Paku Buwonolll-dengan Surakarta-nja. Disamping itu, Sri Sultan Hamengku Buwono I oleh V.O.C. djuga dianggap sebagai sudah bersedia memberikan bantuan sekuat mungkin, bila diminta oleh V.O.C. untuk menindas anasir-anasir jang bisa merugikan V.O.C., sebagai isi politik kontrak jang dibuatnja dengan Sri Susuhunan Paku Buwono II pada tanggal 18 Mei 1746.
13